Bogor Times- Maskawin atau mahar pernikahan merupakan harta yang wajib diberikan suami kepada istri karena akad nikah. Salah satu tujuannya adalah menunjukkan kesungguhan untuk mengamankan tambatan hati dan memenuhi hak-hak perempuan.
Adapun besarannya, menurut syariat, tidak dibatasi. Begitu pun jenis dan bentuknya. Demikian seperti yang disebutkan Mushthafa Al-Khin dalam kitabnya:
Apa yang Harus Dilakukan di Seluruh Dunia dan Apa yang Harus Dilakukan di Seluruh Dunia? , . عليم حرفة
Artinya, “Tidak ada batasan dalam mahar minimal dan maksimalnya. Intinya, segala sesuatu yang sah disebut harta dan dapat ditukar dengan harta, boleh menjadi mahar, besar ataupun kecil, dibayar tunai ataupun dihutang, bisa juga berupa manfaat seperti sajadah, uang tunai senilai 1000 lira (mata uang Mesir), manfaat tinggal di suatu rumah , atau jasa mengajar baca walau hanya satu huruf.” (Musthafa Al-Khin, Al-Fiqhul Manhaji, juz IV, halaman 77).
Walhasil, syariat tidak menentukan jenis dan bentuk mahar. Apa pun yang dapat dikategorikan sebagai harta: ada cirinya, ada harganya, ada gunanya, dan dapat diperjualbelikan, bisa dijadikan mahar pernikahan. Termasuk yang dapat dijadikan mahar adalah manfaat atau jasa tertentu, seperti manfaat tinggal di suatu rumah, jasa mengajar Al-Quran, jasa mengajari ilmu fiqih, ilmu adab, ilmu menjahit, sebagaimana kutipan di atas.
Mengajarkan Al-Qur'an Sesungguhnya, menjadikan jasa pengajar Al-Qur'an sebagai mahar juga sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dalam suatu riwayat diceritakan, saat Khaulah binti Hakim atau Ummu Syarik datang menghibahkan dirinya kepada Rasulullah saw., ada seorang sahabat berkata, “Jika engkau tidak memerlukan perempuan itu, maka nikahkanlah aku.” Beliau menjawab,
Carilah maharnya walau hanya berupa cincin besi. Namun rupanya tak ada yang bisa dijadikan mahar oleh laki-laki itu kecuali sarungnya. Ia lantas berkata, “Bagaimana jika maharnya sarungku ini saja?” Dijawab oleh Rasulullah, “Apa yang akan kamu lakukan jika sarung itu masih kamu pakai? Berarti tidak ada bagian mahar untuknya?”
Beliau melanjutkan, “Apakah Anda memiliki hafalan Al-Quran?” Si laki-laki menjawab, “Saya memiliki hafalan surat ini dan surat ini. Rasulullah saw pernah merasakan, “Nikahilah perempuan itu dengan hafalan Al-Qur'an yang ada padanya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Maksud hadits tersebut adalah, nikahilah perempuan itu dengan mahar mengajarinya dengan hafalan Al-Quran. Dan ini ditetapkan kebolehannya sebagai mahar oleh ulama Maliki, Syafi'i, dan Ahmad. Sebab mengemukakan Al-Quran adalah manfaat tertentu yang diperbolehkan, sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Abdurrahman bin Muhmmmad Qasim.
Mengutip pendapat Ibnu Al-Qayyim, Syekh Abdurrahman bin Muhmmmad Qasim juga menjelaskan maksud hadits tersebut. Jika seorang perempuan rela maharnya berupa ilmu suaminya atau berupa halapan Al-Quran suaminya, baik seluruh ataupun sebagiannya, maka hal itu diperbolehkan. Sebab, maharnya didapatkan dari memanfaatkan Al-Quran dan ilmunya itu.
Apalagi disebutkan, Ummu Sulaim meminta mahar dari Abu Thalhah berupa masuk Islam. Menurut Ummu Sulaim, manfaat dari masuk islamnya Abu Thalhah lebih dicintai ketimbang harta yang diberikannya. Itu adalah mahar yang paling utama, paling bermanfaat, dan paling agung baginya.
Begitu pula mahar yang diterima Siti Shafiyah binti Huyay binti Akhthab dari Rasulullah saw. Ia mendapat mahar berupa dimerdekakan setelah sebelumnya berstatus sebagai tawanan. (Abdurrahman bin Muhmmmad Qasim Al-Ashimi, Al-Ihkam Syarhu Ushulil Ahkam, [1406 H], juz IV, halaman 44). Dari uraian di atas, pertanyaan penanya kiranya dapat terjawab bahwa memberi mahar perkawinan berupa bacaan Al-Quran hukumnya boleh selama ada kerelaan dari mempelai perempuan, memiliki nilai manfaat, kegunaan, dan kesenangan bagi mempelai perempuan.
Pertanyaan berikutnya, di manakah letak manfaat mahar bacaan Al-Quran? Antara lain terletak pada melarang hafalannya, mendengarkan lantunan ayat-ayatnya, memperdengarkannya kepada orang-orang yang hadir, yang semuanya akan mendatangkan pahala serta keberkahan. Demikian jawaban singkat kami. Semoga dapat dipahami. Kami juga menerima saran dan masukan. *****