Bogor Times- Seorang ulama besar bernama Imam Ramli (wafat 1004 H) dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj menerangkan seyogianya seorang suami menuruti apa-apa yang menjadi keinginan istri ngidam, sebagaimana diuraikan berikut:
تَنْبِيهٌ] يَنْبَغِي أَنْ يَجِبَ نَحْوَ الْقَهْوَةِ إذَا اُعْتِيدَتْ وَنَحْوَ مَا تَطْلُبُهُ الْمَرْأَةُ عِنْدَ مَا يُسَمَّى بِالْوَحَمِ مِنْ نَحْوِ مَا يُسَمَّى بِالْمُلُوحَةِ إذَا اُعْتِيدَ ذَلِكَ، وَأَنَّهُ حَيْثُ وَجَبَتْ الْفَاكِهَةُ وَالْقَهْوَةُ وَنَحْوُ مَا يُطْلَبُ عِنْدَ الْوَحَمِ يَكُون عَلَى وَجْهِ التَّمْلِيكِ، فَلَوْ فَوَّتَهُ اسْتَقَرَّ لَهَا وَلَهَا الْمُطَالَبَةُ بِهِ
Artinya: “(Peringatan), seyogianya suami menuruti kebiasaan istri, misalkan istri penyuka kopi. Begitu juga sebaiknya menuruti apa yang di minta istri ketika mengalami sesuatu yang dikenal dengan istilah ngidam seperti halnya ketika menginginkan yang asam-asam sebagaimana yang menjadi adat kebiasaan. Kemudian ketika pemenuhan buah-buahan, kopi, dan apa-apa yang diminta selama ngidam wajib, maka hal itu bersifat tamlik (menjadikan hak milik). Seumpama suami luput untuk memenuhinya, maka istri tetap berhak dan dapat menagihnya.” (Syihabbuddin ar-Ramli, Nihayatul Mujtaj [Bairut, Darul Fikr: 1984 H] juz VII halaman 192).
Seorang ulama kontemporer berkebangsaan Mesir dan pernah menjadi Mufti Darul Ifta al-Misriyah, Syekh Athiah Muhammad Shaqr (wafat 2006) pernah ditanyakan soal "Apakah memenuhi permintaan istri termasuk dalam kategori nafkah wajib?" Penjelas beliau terdokumentasikan dalam kitabnya yang berjudul Mausu'ah Ahsanil Kalam fil Fatwa wal Ahkam, sebagaimana berikut:
"Sesungguhnya nafkah suami terhadap istrinya sudah maklum diketahui bahwa hukumnya wajib, sudah banyak nas yang menjelaskannya. Adapun nafkah yang paling penting adalah pangan, sandang dan papan. Sebagian fuqoha telah menetapkan di antaranya ulama madzhab Syafi'i, bahwasanya termasuk muasyarah bil ma'ruf (mempergauli dengan baik) yang diperintahkan Allah kepada para suami adalah memastikan nafkah dengan baik dan sempurna sesuai dengan adatnya."
Dalam penjelasannya, Syekh Athiah menukil keterangan Syekh Awad dalam kitabnya Hasyiyah Syekh Awad ala Syarhi al-Khatib, Iqna' matn Abi Suja', juz II halaman 190.
أنه يجب عليه لها فطرة العيد، وكحك العيد وسمكه، ولحم الأضحية، -الي ان قال- وما تحتاجه عند الوحم
Artinya, "Wajib atas suami membayarkan zakat fitrah istrinya, memberikan kue lebaran, ikan, daging udhiyah .... dan apa yang ia butuhkan saat ngidam."
Terakhir beliau menyimpulkan:
والخلاصة أن ظاهرة الوحم معروفة من قديم الزمان، والعلم يشهد لها . ومن المعاشرة بالمعروف أن يهيئ الزوج لزوجته الحامل ما تميل إليه نفسها أثناء فترة الوحم لأن له تأثيرا على الجنين ، وأن يهيئ لها الجو الذي يدخل على نفسها البهجة وبخاصة أثناء الحمل والرضاعة
Artinya: "Kesimpulannya bahwa fenomena ngidam telah dikenal dari zaman dahulu kala dan ilmu pengetahuan menjadi saksinya. Termasuk muasyarah bil ma'ruf (mempergauli dengan baik) adalah suami menyediakan untuk istrinya yang sedang hamil apa yang ia inginkan pada masa ngidam, karena itu dapat berdampak pada janin, serta memberikan suasana yang membawa kegembiraan pada dirinya, terutama pada masa hamil dan menyusui." (Athiyah Saqr, Mausu'ah Ahsanil Kalam fil Fatwa wal Ahkam, [Cairo, Maktabah Wahbah: 2011] juz V halaman 226-227).
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang suami wajib memenuhi apa yang menjadi keinginan istrinya yang sedang ngidam, karena yang demikian itu termasuk nafkah yang wajib ditanggung seorang suami dan menjadi bagian dari muasyarah bil ma'ruf yang diperintahkan agama.
Selain itu, ngidam ada pengaruhnya pada janin. Tentunya, kewajiban ini berlaku jika keinginannya sesuai dengan adat kebiasaan seorang yang sedang ngidam dan masih dalam koridor syariat. Tidak kalah penting seorang suami harus berusaha memberikan suasana yang membawa kegembiraan pada sang istri, terutama pada masa hamil dan menyusui. ***