• Jumat, 22 November 2024

Aspek Perbedaan Mukmin dan Kafir, Tafsir Suroh Al Kafirun

- Rabu, 27 Maret 2024 | 12:50 WIB
Tafsyir Al Quran (Bogor Times)
Tafsyir Al Quran (Bogor Times)

Bogor Times- Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ (١) لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ (٢) وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ (٣) وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ (٤) وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ (٥) لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ (٦)

Terjemah, dan Keutamaannya (1) Qul ya ayyuhal-kāfirūn(a). (2) Lā a'budu mā ta'budūn(a). (3) Wa la antum 'ābidūna mā a'bud(u). (4) Wa la ana 'ābidum mā 'abattum. (5) Wa là antum 'ābidūna mā a'bud(u). (6) Lakum dīnukum wa liya dīn(i).

Artinya: "(1) Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir, (2) aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (3) Kamu juga bukan penyembah apa yang aku sembah. (4) Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. (5) Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.(6) Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” Ragam Tafsir Ulama Imam As-Shawi mengatakan, mufasir berbeda pendapat terkait apakah dalam surat ini terdapat pengulangan atau tidak? Maksudnya ayat 2-3 diulangi ayat 4-5.

Menurutnya bagi ulama yang berpendapat terjadi pengulangan, maka untuk ta'kid atau menguatkan. Faidahnya adalah memutus harapkan orang-orang kafir bahwa Nabi akan meluluskan permintaan mereka, sekaligus memastikan informasi bahwa mereka selamanya tidak akan masuk Islam.

 Sementara ulam yang menyatakan tidak ada pengulangan mengatakan bahwa setiap jumlah atau rankaian kalimat dibatasi dengan waktu yang berbeda dengan jumlah lainnya, di mana  pada jumlah pertama (لا أعبد) waktunya adala hal atau sekarang. Maksudnya, "Sekarang aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah". Sedangkan pada jumlah kedua  (و لا أنا عابد) waktunya istiqbal atau waktu mendatang.

Maksudnya, "Besok juga aku tidak akan pernah menyembah apa yang kalian sembah". Kemudian hikmah dibalik pengunaan lafal "أعبد" dari sisi Nabi dan lafal "عبدتم" untuk mereka adalah sebab sekalipun Nabi saw menyembah Allah sebelum diutus menjadi nabi, namun tidak pernah mendakwahkannya kecuali setelah diutus. Berbeda dengan mereka orang-orang kafir yang sejak dahulu menyembah berhala secara terang-terangan. (Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Hasyiyah As-Shawi, [Surabaya, Dar-Ilm: tanpa tahun], juz IV, halaman 489).

Syekh Wahbah berkata:

وفائدة كلمة قُلْ: أنه صلّى اللَّه عليه وسلّم كان مأمورا بالرفق واللين في جميع الأمور، ومخاطبة الناس بالوجه الأحسن، فلما كان الخطاب هنا غليظا أراد اللَّه رفع الحرج عنه وبيان أنه مأمور بهذا الكلام، لا أنه ذكره من عند نفسه

Artinya: "Fungsi dari kata "قل" adalah Nabi saw diperintahkan untuk bersikap lemah lembut dalam segala hal dan berbicara kepada manusia dengan cara yang paling baik. Ketika terjadi dialog dalam keadaan keras, Allah sw membolehkan dan memerintahkannya untuk berbicara keras. Bukan karena Nabi saw menyebutkan hal itu dari keinginan beliau sendiri." (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 441).

Kemudian pada tafsir ayat keenam "لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ " Syekh Wahbah menjelaskan:   

"Bagi kalian, kesyirikan dan kekufuran kalian, dan bagiku agamaku, yaitu agama tauhid dan ikhlas atau Islam. Agama kesyirikan kalian adalah khusus bagi kalian saja tidak bagiku. Agama tauhidku terbatas untukku bukan untuk kalian. Ada yang berpendapat bahwa maksud kata ad-Diin dalam ayat itu adalah al-Jaza (balasan), mudhafnya dihilangkan, yakni, bagi kalian balasan agama kalian dan bagiku balasan agamaku. Ada juga yang berpendapat bahwa maksud ad-Diin di sini adalah ibadah." 

 Lanjut beliau mengatakan: "Surat ini tidak dimansukh dengan ayat perang. Para ulama juga berpendapat bahwa ini tidak dinasakh, akan tetapi maksudnya adalah tahdid (ancaman)."   

Imam Asy-Syafi'i dan lainnya berdalil dengan ayat ini bahwa seluruh kekufuran merupakan satu agama. Orang-orang Yahudi mewarisi dari orang-orang Nasrani dan sebaliknya, karena di antara keduanya terdapat hubungan atau sebab untuk saling mewarisi. Seluruh agama selain Islam seperti satu hal dalam kebatilan. (Az-Zuhaili, At-Tafsir Munir, juz XXX, halaman 443). 

 Imam Ar-Razi berkata:   جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِأَنْ يَتَمَثَّلُوا بِهَذِهِ الْآيَةِ عِنْدَ الْمُتَارَكَةِ، وَذَلِكَ غَيْرُ جَائِزٍ لِأَنَّهُ تَعَالَى مَا أَنْزَلَ الْقُرْآنَ لِيُتَمَثَّلَ بِهِ بَلْ لِيُتَدَبَّرَ فِيهِ

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Usman Azis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Penjelasan Ilmu Fiqih, Tinggalkan Sholat Karena Tidur

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:14 WIB

Mengenal Makna Udzur Sholat Dalam Ilmu Fiqih

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:06 WIB

Hukum Nikahi Sepupu

Minggu, 6 Oktober 2024 | 07:28 WIB

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB
X