Bogor Times-Sebagaimana jamak diketahui bersama, bahwa Islam tidak pernah membolehkan pemeluknya untuk menolong perbuatan-perbuatan yang bisa menjadi pendukung atas terselenggaranya maksiat dengan bentuk dan motif seperti apapun, bahkan Islam dengan tegas melarang semua perbuatan yang berbau maksiat.
Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad ini hanya menganjurkan pemeluknya untuk saling bahu-membahu dan tolong-menolong perihal kebaikan saja, sebagaimana terekam dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS Al-Ma’idah [5]: 2).
Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini merupakan perintah dari Allah swt kepada semua umat Islam untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan hal-hal yang berkaitan dengannya serta melarang untuk menolong perbuatan dosa dan permusuhan serta setiap sesuatu yang berhubungan dengannya.
Perintah ini Allah umumkan pada semua orang karena perbuatan baik tidak akan berjalan dengan sempurna jika dilakukan oleh satu orang, karena itu, lafal “wa ta’awanu” merupakan bentuk jamak yang artinya tertuju pada semua orang. (Syekh Sya’rawi, Tafsir wa Khawathirul Qur’an al-Karim lisy Sya’rawi, [1997], juz I, halaman 2008).
Kendati demikian, ada beberapa keadaan dan contoh menolong pada kemaksiatan atau yang juga diistilahkan i’anah alal ma’shiyah dalam kitab-kitab fiqih hukumnya diperbolehkan. Kebolehan ini bukan karena mendukung maksiatnya, namun karena bisa menjadi penyebab untuk menarik kemaslahatan yang nyata. Berikut penulis jelaskan beserta contoh-contohnya.
Boleh Menolong Kemaksiatan dengan Syarat
Syekh Izzuddin bin Abdissalam (wafat 660 H) atau yang dikenal dengan julukan raja para ulama (sulthanul ulama), dalam salah satu karyanya menjelaskan bahwa ada beberapa keadaan di mana menolong pada kemaksiatan hukumnya diperbolehkan,
قد يجوز الإعانة على المعصية لا لكونها معصية بل لكونها وسيلة إلى تحصيل المصلحة الراجحة وكذلك إذا حصل بالإعانة مصلحة تربو على مصلحة تفويت المفسدة
Artinya, “Terkadang diperbolehkan menolong kemaksiatan bukan karena kemaksiatannya, namun karena ia bisa menjadi perantara untuk meraih kemaslahatan yang nyata, begitu juga jika dengan menolong kemaksiatan bisa menjadikan maslahah lebih unggul dari mafsadah.” (Syekh Izzuddin, Qawa’idul Ahkam fi Mashalihil Anam, [Beirut, Darul Ma’arif: Lebanon: tt], juz I, halaman 75).
Dalam kutipan yang lain juga disebutkan dengan maksud dan tujuan yang sama, yaitu:
Cara Menjaga Diri dari Maksiat Menurut Imam Ghazali
وَقَدْ تَجُوْزُ الْمُعَاوَنَةُ عَلىَ الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَالْفُسُوْقِ وَالْعِصْيَانِ لاَ مِنْ جِهَّةِ كَوْنِهِ مَعْصِيَةً، بَلْ مِنْ جِهَّةِ كَوْنِهِ وَسِيْلَةً إِلىَ مَصْلَحَةٍ