Bogor Times-Perkataan imam al-Ghazali di dalam kitabnya, Bidayatul Hidayah:
لِسَانُ الْحَالِ أَفْصَحُ مِنْ لِسَانِ الْمَقَالِ
Artinya: “Sikap perbuatan lebih fasih dibandingkan sikap perkataan”
Fasih di sini mempunyai makna bagus dan mudah dicerna. Maksudnya adalah, prilaku merupakan cara yang lebih jitu untuk menyampaikan dakwah dibandingkan orasi lisan.
Maka para ulama hendak memberikan contoh adab dalam Islam secara praktis dibandingkan terlalu banyak berbicara secara teori dan aturannya.
Baca Juga: Demo Mencurigakan Sambut Kehadiran Jokowi
Baca Juga: Lebih dari 5000 Jamaah dan Jamiyyah NU Meriahkan Harlah NU ke-101 PCNU Kabupaten Bogor
Meskipun Islam telah membahas sederet ketentuan masalah adab, namun Islam mengakui terhadap keberagaman umatnya. Pengakuan tersebut sebagaimana dipertegas dalam Surat Hud ayat 118:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
Artinya: “Dan seandainya Tuhanmu menghendaki tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berbeda-beda.”
Baca Juga: Lebih dari 5000 Jamaah dan Jamiyyah NU Meriahkan Harlah NU ke-101 PCNU Kabupaten Bogor
Fakruddin al-Razi dalam Mafatihul Ghaib menafsirkan bahwa berbeda-beda pada ayat tersebut mencakup banyak hal, seperti agama, suku, warna kulit, bahasa, dan prilaku. Prilaku di sini dapat berupa perbuatan maupun perkataan atau pendapat. Maka wajar kiranya bila seringkali kita menemukan perbedaan pandangan di sekitar kita, baik di keluarga, teman, kolega, bahkan di media sosial.
Itu semua merupakan keniscayaan yang mesti disikapi dengan bijak. Sunnatullah ini memang tidak bisa dihindari oleh siapa pun, sehingga tidak perlu lagi merasa paling benar di tengah-tengah perbedaan pendapat yang ada. Oleh karenanya, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana cara menyampaikan sebuah pandangan yang berbeda dengan orang lain. ***