Bogor Times- Qosidah terlahir melalui proses akulturasi budaya Arab dan Indonesia. Beberapa literasi menerangkan, sejarah Kasidah adalah sejarah syair Arab yang biasanya dijadikan hiburan.
Umumnya diberbagai wilayah, nyanyian yang menyertai tabuh Qosidah biasanya berisi pesan-pesan moral dan ajaran agama Islam. Menurut artikel ilmiah berjudul Musik Kasidah dan Perannya dalam Dakwah Nusantara yang ditulis oleh Tatu Siti Rohbiah, kasidah pertama kali dikenal pada masa Rasulullah. Namun, kasidah banyak perubahan karena seiring perkembangan zaman.
Qosidah sebenarnya telah ada sebelum adanya agama Islam. Kasidah kemudian dijadikan medium untuk menyebarkan dakwah syiar islam. Setelah beberapa abad, kasidah mulai berubah dan melahirkan dua kategori yaitu kasihah tradisional dan moderen.
Baca Juga: Serempak Tawaqufan Mendekati Ramadhan, Inilah Alasannya dalam Pandangan Islam
Di Indonesia, Qosidah kemudian menyebar di pusat-pusat penyebaran Islam. Lambat laun, melalui tangan-tangan kreatif orang Indonesia, kasidah mengalami sejumlah modifikasi. Adapun kasidah tradisional memiliki beberapa ciri seperti syair berbahasa arab, lagunya bercerita tentang kisah nabi, berisi pujian kepada Tuhan, hingga rima mengikat khas Timur Tengah.
Di Indonesia, seni Qosidah memiliki beragam nama. Sejumlah daerah bahkan mempunyai sebutan khusus. Di Semarang misalnya, dikenal dengan Barzanji, di pantura Jawa, disebut gambus, di Madura dan Jawa Timur dikenal dengan hadrah.
Qosidah tradisional bisa dikatakan hanya menggunakan alat musik rebana sebagai pengiring lagu. Rebana adalah jenis alat kesenian tradisional terbuat dari kaya dan ada bentuk lingkaran di tengahnya, biasanya ditempeli kulit binatang. Rebana dimainkan dengan pukulan tangan. Itu membuat kasidah tradisional disebut juga seni rebana. Rebana sendiri berasal dari bahasa Arab, yakni rabbana atau Ya Tuhan. Hal itu disebabkan rebana digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pujaan pada Tuhan.
Dalam kurun waktu tertentu, muncul berbagai alat musik barat dengan teknologi moderen. Pada tahun 1960-an, para seniman kasidah kemudian mencoba memainkan musik mereka menggunakan alat-alat musik moderen tersebut. Tidak hanya rebaba, kali ini para seniman memainkan Qosidah menggunakan gitar, biola, bass bahkan piano.
Bermain Qosidah menggunakan alat musik moderen rupanya membuat kesenian itu semakin populer. Pada tahun 1960-an misalnya lahir grup musik Qosidah modern seperti Assabab dari Semarang.
Selain itu, grup Qosidah modern yang cukup dikenal publik adalah Nasida Ria. Nasida Ria setidaknya telah merilis 34 album berbahasa Indonesia dan 2 album berbahasa Arab. Grup kasidah itu dikenal banyak menciptakan lagu hits. Salah sat yang paling terkenal adalah lagu mereka tentang bom nuklir.
Baca Juga: Penentuan Awal Ramadhan, Simak Pendapat Ulama
Di layanan streaming Spotify, lagu itu telah diputar 572,330 kali. Sementara di akun Youtube DPM Dangdut Station, lagu itu telah ditonton 1,2 juta orang dengan jumlah suka 9,4 ribu.
Salah satu orang yang berpengaruh dari terbentuknya Nasida Ria adalah M. Mudrikah Zain. Dia juga yang mendirikan lahirnya grup musik Assabab. Grup musik Assabab menjadi salah satu pelopor gerakan kasidah modern pada 1960-an. Nasida Ria kemudian juga dipengaruhi oleh gerakan kasidah modern 70-an. Lantas, bagaimana Nasida Ria terbentuk?
Dilansir dari buku Nasida Ria Ria Sejarah the Legend of Qasidah karya Listiya Nurhidayah, Nasida Ria dibentuk pada 1975. Beranggotakan sembilan orang perempuan dari Semarang, Jawa Tengah. M. Mudrikah Zain yang mendirikan kelompok itu. Dia merupakan guru qiraat.