Bogor Times- Perjalanan Isra dan Mi’raj adalah sebuah momentum sangat bersejarah bagi umat Islam. Perjalanan ini sangatlah panjang, menempuh jarak bermiliar-miliar kilometer dimulai dari Makkah hingga puncak langit ketujuh. Tentu perjalanan ini tak mungkin dapat ditempuh dengan kendaraan pada umumnya bahkan dengan alat transportasi modern sekalipun.
Perjalanan sangat agung ini tentu menggunakan alat transportasi yang istimewa. Hal ini sangat penting mengingat rute serta persinggahan yang dilewati adalah tempat yang saling berjauhan beratus-ratus kilo jaraknya. Kendaraan yang dipakai oleh baginda Rasulullah selama Isra dan Mi’raj disebut dengan buraq.
Baca Juga: Hikmah dan Keuatamaan Puasa Syaban
Nama Buraq sendiri diambilkan dari asal kata “barq” yang bermakna kilat karena hewan tunggangan ini berjalan secepat kilat. Ada yang berpendapat, dinamakan buraq karena memiliki warna putih mengkilat dan berkilau cahaya. Ada juga yang berpendapat, dinamakan buraq karena memiliki warna loreng di kulitnya, sebagaimana orang arab menyebut “barqak” (loreng) untuk kambing yang memiliki warna hitam dan putih di kulitnya. (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim [Beirut: Dar Ihya Turats, 2003 M], juz II, halaman 210).
Imam Ibnu Hajar al-Haitami menyatakan bahwa dahulu Nabi Ibrahim yang telah menetap di kawasan Syam setiap bulannya selalu mengunjungi istrinya, Hajar, dan putranya, Nabi Ismail, di Kota Makkah menggunakan Buraq. Nabi Ibrahim mengunjungi keduanya di pagi hari dan tak lama kemudian kembali lagi untuk tidur siang di rumahnya di kawasan Syam.
Hal ini menunjukkan bahwa Buraq memiliki kemampuan berlari sangat cepat melebihi kendaraan manapun.
ففي حديث أبي جهم كان إبراهيم يزور هاجر كل شهر على البراق يغدو غدوة فيأتي مكة ثم يرجع فيقيل في منزله بالشام وروي أن إبراهيم كان يزور إسماعيل وأمه على البراق.
Baca Juga: Simak Cara Puasa Bulan Syaban
Artinya, “Di dalam hadits Abu Jahm disebutkan bahwa Nabi Ibrahim mengunjungi Hajar, istrinya setiap bulan menggunakan Buraq. Ia berangkat di pagi hari ke Kota Makkah dan kembali untuk tidur siang (tidur qailulah) di rumahnya di kawasan Syam. Diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim mengunjungi Ismail dan ibunya (Hajar) menggunakan Buraq,” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, [Beirut: Darul Makrifah, 2002 M], juz VI, halaman 404).
Hal ini dikuatkan dengan hadits sebagai berikut: قال رسول الله أتيت بالبراق وهو دابة أبيض طويل فوق الحمار ودون البغل يضع حافره عند منتهى طرفه
Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Aku didatangi (Jibril) bersama Buraq, ia adalah hewan tunggangan yang berwarna putih, (ukurannya) lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari bighal (keledai), ia menaruh kukunya di ujung (tempat) yang ia lihat,’” (HR Muslim).
عن أنس أن النبي أتي بالبراق ليلة أسري به ملجما مسرجا فاستصعب عليه فقال له جبريل أبمحمد تفعل هذا فما ركبك أكرم على الله منه قال فارفض عرقا
Artinya, “Diceritakan dari sahabat Anas bahwa Rasulullah didatangi (Jibril) bersama Buraq di malam Isra Miraj dalam keadaan telah diberi tali kendali, diberikan wadah lampu kemudian Buraq enggan (ditunggangi). Maka Jibril mengatakan, ‘Apakah kepada Nabi Muhammad, engkau melakukan hal demikian (enggan ditunggangi), lantas siapakah sosok yang lebih mulia di sisi Allah darinya (Muhammad) yang telah menunggangimu?’” (HR Bazzar)
. Buraq juga dapat ditunggangi lebih dari satu orang. Hal ini terbukti dengan kisah Rasulullah yang duduk di belakang Malaikat Jibril ketika menunggangi Buraq. Selain itu, ia memiliki kebiasaan mengangkat kedua kaki belakangnya ketika akan terbang serta mengangkat kedua kaki depannya ketika akan turun.
Hal ini sebagaimana dalam hadits: