Bogor Times- Sebelum masuk ke dalam pembahasan inti, perlu diketahui dahulu bahwa pada prinsipnya shalat dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Shalat juga dilaksanakan pada tempat-tempat yang telah ditentukan. Baca Juga: Hukum Menduduki Kursi Prioritas KRL tanpa Hak Secara prinsip ibadah shalat dikatakan sah ketika memenuhi syarat, di antaranya suci pada badan, pakaian, dan tempat shalatnya dari segala najis. Orang yang shalat juga diharuskan suci dari hadats kecil dan hadats besar. Adapun terkait tempat, Islam melalui hadits berikut ini menyebutkan lokasi atau area yang sebaiknya dihindari untuk melakukan shalat. Riwayat hadits berikut ini menyebut sedikitnya tujuh tempat yang tidak direkomendasikan untuk shalat padanya.
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَال نَهَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُصَلَّى فِي سَبْعِ مَوَاطِنَ اَلْمَزْبَلَةِ، وَالْمَجْزَرَةِ، وَالْمَقْبَرَةِ، وَقَارِعَةِ اَلطَّرِيقِ، وَالْحَمَّامِ، وَمَعَاطِنِ اَلْإِبِلِ، وَفَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ اَللَّهِ رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ
Artinya, “Dari sahabat Ibnu Umar ra, ia berkata, Rasulullah saw melarang pelaksanaan shalat pada tujuh tempat, yaitu tempat pembuangan sampah, tempat pemotongan ternak, makam, tengah jalan, kamar mandi, kandang unta, dan atap Ka’bah,” (HR At-Tirmidzi).
Dari hadits ini, ulama kemudian menjelaskan alasan larangan shalat pada tujuh area tersebut. Imam Muhammad bin Ali As-Syaukani dalam Kitab Nailul Authar menghimpun sejumlah pertimbangan atau rasionalisasi larangan shalat di tengah jalan, yaitu salah satu area yang tidak disarankan untuk melaksanakan ibadah shalat.
وأما في قارعة الطريق فلما فيها من شغل الخاطر المؤدي إلى ذهاب الخشوع الذي هو سر الصلاة وقيل لأنها مظنة النجاسة وقيل لأن الصلاة فيها شغل لحق المار ولهذا قال أبو طالب إنها لا تصح الصلاة فيها ولو كانت واسعة قال لاقتضاء النهي الفساد
Artinya, “Adapun shalat di tengah jalan (dilarang) karena mengganggu konsentrasi yang dapat menyebabkan kehilangan kekhusyukan yang menjadi sirr (rahasia) shalat. Ada ulama berpendapat karena jalan itu tempat dugaan najis. Ada ulama lain yang berpendapat karena shalat di tengah jalan menggangu hak pengguna jalan. Karena itu, Abu Thalib berpendapat, shalat di tengah jalan tidak sah sekalipun areanya cukup luas karena tuntutan larangan yang fasad padanya,” (Imam Muhammad bin Ali As-Syaukani, Nailul Authar, [Mesir, Musthafa Al-Babi Al-Halabi: tanpa tahun], juz II, halaman 154). Adapun Al-Muayyad Billlah dan Al-Manshur Billah berpendapat, shalat di tengah jalan yang luas tidak dimakruh karena tidak mengandung mudharat karena illat larangan itu bagi keduanya adalah membawa mudharat bagi pengguna jalan, (As-Syaukani: II/154).
Nah terkait dengan fenomena shalat di dalam KRL, kita harus memahami terlebih dahulu bahwa dalam KRL merupakan area publik tempat lalu lalang pengguna jalan, dalam hal ini adalah penumpang KRL dan juga petugas keamanan KRL yang berlalu lalang. Ketika area lalu lalang digunakan untuk shalat, maka mobilitas pengguna jalan dalam hal ini petugas keamanan kereta atau pengguna jasa KRL menjadi terganggu meski area tersebut suci karena dipel oleh petugas kebersihan kereta dan menggunakan alas shalat semacam sajadah.
Yang jelas, area KRL merupakan kawasan publik di mana penumpang atau pengguna jasa KRL melakukan mobilitas di dalamnya atau keluar masuk antara KRL dan peron stasiun. Karena kawasan publik, kami tidak menyarankan ibadah shalat pada area KRL karena dapat mengganggu mobilitas penumpang lainnya. Kami menyarankan pengguna jasa KRL, petugas keamanan dan kebersihan kereta, atau siapa saja yang beraktivitas di area publik KRL untuk melaksanakan ibadah shalat di mushala atau area yang difungsikan oleh pihak KAI sebagai ruang shalat dengan memenuhi syarat dan rukun shalat agar disiplin terhadap pemakaian ruang publik, tanpa mengganggu ketertiban sosial.****