Bogor Times – Banyak persi mengenai awalmula adanya ilmu Mantiq. Ada yg berpendapat peletak ilmu pertama ini adapah Thales ada pula Aristotels.
Dalam konteks disiplin ilmu, kali pertama disusun secara rapi oleh Aristoteles (384-322 SM), seorang filosof Yunani. Ketika agama Islam telah tersebar di Jazirah Arab dan tersebar luas sampai ke timur dan barat, perkembangan ilmu pengetahuan pun mengalami kemajuan yang pesat. Puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Di periode inilah terjadi penerjemahan ilmu-ilmu filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, termasuk ilmu mantiq.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Ilmu Mantiq atau Mi'yar al Ulum
Dalam Islam, ilmu mantiq mulai dilakukan oleh Al-Farabi, salah satu filsuf Muslim yang sering dinyatakan sebagai maha guru kedua dalam ilmu pengetahuan.
Pada masa Al-Farabi ilmu mantiq dipelajari lebih rinci dan dipraktekkan, termasuk dalam pentasdiqan qadhiyah.
Selain itu, para ulama juga semakin mendalami, menerjemahkan dan mengarang karya bidang ilmu mantik. Di antaranya Abdullah Ibnu Al-Muqaffa', Yaqub Ibnu Ishaq Al-Kindi, Abu Nashr Al-Farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Ghazali, Ibnu Rusyd Al-Kuthubi.
Baca Juga: Kiat dalam Islam Selamatkan Keluarga dari Api Neraka
Imam al Akhdhari menyebutkan hukum mempelajari mantiq dalam Kitab Sullam Munawwraq nya:
ﻭ ﺍﻟﺨﻠﻒ ﻓﻲ ﺟﻮﺍﺯ ﺍﻹﺷﺘﻐﺎﻝ * ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺍﻷﻗﻮﺍﻝ
ﻓﺎ ﻦ ﺍﻟﺼﻼﺡ ﻭ ﺍﻟﻨﻮﺍﻭﻱ ﺣﺮﻣﺎ * ﻭ ﻗﺎﻝ ﻗﻮﻡ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺍﻥ ﻳﻌﻠﻤﺎ
ﻭ ﺍﻟﻘﻮﻟﺔ ﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭﺓ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ * ﺟﻮﺍﺯﻩ ﻟﻜﺎﻣﻞ ﺔ
ﻣﻤﺎﺭﺱ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ * ﻟﻴﻬﺘﺪﻱ ﺑﻪ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏ
Menurut kata-kata al Akhdhari di atas bisa kita simpulkan bahwa hukum mempelajari ilmu Mantiq ada 3 :
Baca Juga: Kejujuran yang Salah dengan Lipatan Dosa
Pertama, haram. Ini merupakan pendapat Imam Ibnu Shalah (643 H), dan Imam An Nawawi (631-676 H).
Kedua, bisa mempelajari ilmu mantiq. Ini disandarkan pendapat sebagian ulama, di antaranya Imam Abu Hamid Al Ghazali (450-505 H). Beliau bahkan berkata, “Siapa saja yang tidak mengetahui mantiq, maka ilmunya patut diragukan.”
Ketiga, apabila si pelajar mantiq memiliki kecerdasan yang mumpuni, pemahaman yang kuat, dan intelektual yang tinggi, serta mereka yang memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan sunnah, maka dapat menyibukkan diri dengan mantiq (mempelajarinya). Jika tidak demikian, maka tidak bisa.