Bogor Times-Pemimpin terbaik masa Dinasti Umayah, Umar bin Abdul Aziz pernah menolak kekerasan untuk menertibkan rakyatnya. Kisah ini bermula ketika Gubernur Khurasan, Al-Jarrah bin Abdullah memohon persetujuan Umar bin Abdul Aziz agar dalam menertibkan masyarakat diperbolehkan dengan cara kekerasan.
Hal ini diungkapkan oleh Imam As-Suyuthi dalam kitab Tarikhul Khulafa. Dalam kitab itu disebutkan kisah ini diriwayatkan oleh As-Saib bin Muhammad.
Diceritakan, Al-Jarrah bin Abdullah mengirim sepucuk surat kepada Umar bin Abdul Aziz. Dalam surat itu masyarakat Khurasan sulit untuk ditertibkan.
"Sungguh masyarakat Khurasan adalah orang-orang bandel dan sulit untuk diatur kecuali dengan pedang dan cambuk. Jika Amirul Mu'minin mengizinkan saya untuk mengatur mereka dengan pedang dan cambuk, maka akan saya akan melakukannya," demikian bunyi surat Al-Jarrah.
Mendapati surat itu, Umar bin Abdul Aziz tegas menolaknya. Menurutnya, Al-Jarrah dianggap telah berbohong, sebab masyarakat Khurasan sesungguhnya bisa diatur tanpa harus menggunakan cara-cara kekerasan.
"Amma Ba'du, telah sampai suratmu kepadaku yang menyebutkan bahwa masyarakat Khurasan tidak mungkin bisa diatur kecuali dengan pedang dan cambuk. Menurutku, apa yang kau sampaikan adalah dusta. Mereka pasti bisa diatur dengan keadilan dan kebenaran. Maka sebarkanlah itu (mengatur masyarakat Khurasan dengan keadilan dan kebenaran) di antara mereka. Wassalam," demikian jawaban Umar bin Abdul Aziz kepada Al-Jarrah. (Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi, Tarikhul Khulafa, [Jeddah, Darul Minhaj], halaman 393).
Dengan demikian, menurut Umar bin Abdul Aziz, masyarakat yang bandel akan mudah diatur dengan keadilan dan kebenaran. Pemerintah yang menjunjung tinggi asas keadilan dan kebenaran akan menurunkan tingkat kejahatan di tengah masyarakat.
Kekerasan, baik fisik maupun mental bukan sebuah solusi dalam menyelesaikan masalah. Sebaliknya, dengan kekerasan malah akan melahirkan masalah baru, yaitu dendam membara yang akan menjadi bom waktu dan meledak pada satu momentum.
Suatu saat, ketika korban kekerasan ini telah memiliki kuasa atau kekuatan, dia akan melakukan pembalasan terhadap pihak yang menjadi pelaku. Kondisi ini kemudiab akan menjadi siklus yang sulit dihentikan sampai ada salah satu pihak yang mengalah dan memaafkan.***