Bogor Times-Dalam pandangan agama Islam, al-akhlak al-karimah dan tingkah polah yang berkualitas (‘aliyyul adab), jadi bagian dari misi tertinggi yang diperjuangkan agama Islam. Sampai-sampai baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakannya dengan jelas dan tegas, bahwa dirinya diutus guna menyempurnakan moralitas terpuji umat manusia. Wajar saja Islam mengajarkan kita sampai hal-hal terkecil dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari bagaimana tidur, makan, minum, duduk, berjalan, mandi, memotong kuku, dan seterusnya. Sehingga, umat tak pernah lepas dari kebaikan, kebersihan, pujian-pujian indah dan doa. Sungguh, agama indah yang penuh pelajaran. Dan, tentu akan lebih indah ketika kita mengenal secara lebih detail perbedaan antara akhlak dan adab. Karena ketika keduanya berhasil terinstal dengan baik sesuai porsinya, maka implementasi dari keduanya akan berjalan indah dan lebih mudah. Semoga.
Penjelasan Akhlak
Muhammad Abdullah Darraz dalam karyanya Kalimȃt(un) fi Mabȃdi’i Ilmi al-Akhlȃq [cet. Muassasah Hindawi, 2017] hal. 01)] mengutip sebuah kamus terkait makna akhlak. Bahwa, kata akhlak tersebut dapat diartikan sebagai tabiat dan watak alami manusia (Al-Khuluq huwa at-thab’u wa as-sajiyah).
Baca Juga: Pentingnya Tabah, Sabar dalam Islam
Berikutnya, ia mengutip kalam Ibnu al-Atsir dalam an-Nihayah yang berbicara tentang hakikat akhlak. Ibnu al-Atsir menulis:
حقيقة الخُلُق أنه لصورة الإنسان الباطنة - وهي النفس وأوصافها ومعانيها-بمنزلة الخَلْق لصورته الظاهرة
Artinya: “Akhlak secara hakikat diciptakan untuk konstruksi batin manusia, tentang jiwa, pelbagai sifat dan esensi kejiwaan tersebut. Hal ini tak ubahnya bagai tubuh yang diciptakan sebagai konstruksi jasmani mereka.”
Baca Juga: Mengenal Jenis-jenis Kucing
Dari sini, pengertian sederhana yang dapat kita ambil, bahwa akhlak adalah semacam 'software' dalam diri manusia. Keberadaannya memang tak kasat mata, namun ia memiliki fungsi yang besar. Akhlak inilah yang berfungsi menggerakkan fisik manusia menjadi sebuah sikap nyata dan tutur kata.
Jika yang menggerakkan fisik adalah moralitas tercela (akhlak sayyi'ah), tentu tercela pula sikap dan tutur kata yang lahir darinya. Namun, jika fisik ini digerakkan oleh moralitas terpuji (akhlak karimah), maka yang muncul adalah gerak fisik atau aktivitas yang terpuji.
Keterangan di atas dikuatkan lagi oleh statement Ibnu Maskuwaih yang juga dikutip oleh Muhammad Abdullah Darraz. Berikut redaksinya:
Baca Juga: Sekda Kota Bogor Terima CSR dari PT Adira Syariah untuk Percepatan Program ODF
الخُلُق حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر ولا روية
Artinya: “Akhlak merupakan suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk melakukan segala aktivitas secara natural, tanpa memerlukan nalar dan perencanaan.” (Muhammad Abdullah Darraz, Kalimȃt(un) fi Mabȃdi’i Ilmi al-Akhlȃq [cet. Muassasah Hindawi, 2017] hal. 01)
Sebut saja akhlak terhadap guru. Jika si murid memiliki potensi dan bekal moralitas terpuji, walau tanpa diminta ia tetap akan membungkuk dan menciumi tangan sang guru. Meski tidak terpikir dan terencana terlebih dahulu. Karena akhlak akan menjadi semacam 'remote control' yang secara otomatis menggerakkan fisik.
Baca Juga: Artis Pierre Gruno Mengaku Tersinggung Sebelum Melakukan Tindakan Pemukulan
Maka, tepat ungkapan syekh Abdul Majid dalam Ar-Raddu al-Jamil ‘ala al-Musyaqqiqin fi al-Islam [cet. Darul Maranah 2003, hal. 166], yang menyatakan; wa dhabitul akhlak huwa al-ladzi yaj’alul insana insanan (Standarisasi disebut moralitas terpuji adalah saat ia menjadi motif seseorang dalam memperlakukan manusia sebagai manusia).
Pengertian Adab
Ketika akhlak dimaknai sebagai watak dasar manusia, maka adab adalah ekspresi yang lahir dari watak tersebut. Ia hanyalah perangkat lahiriah semata, tidak lebih. Sebab, adab di sini bekerja berdasarkan warna akhlak. Jika akhlak berwarna merah, adab pun bekerja dengan warna merah, dan begitu seterusnya.