BogorTimes - Sudah Menjadi Sunnatullah. bahwa Dalam kehidupan yang kita jalani ini, tidak semua cita-cita dan keinginan seorang hamba semua dapat si wujudkan nya.
Terkadang sukses, kadang juga mengalami hambatan, bahkan bisa di katan bisa dikatakan kurang beruntung.
Namun umum nya seorang hamba akan mengalami kepahitan dalam hidup, apabila keinginan atau cita-cita nya tidak terqobuli. Tapi bagi hamba yang beriman, bagaimana sih seharus nya sikap yang paling utama ketika harapannya kandas? Kalam Hikmah Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam masterpiecenya, al-Hikam, menyatakan:
رُبَّمَا أَعْطَاكَ فَمَنَعَكَ وَرُبَّمَا مَنَعَكَ فَأَعْطَاكَ
Artinya, “Bisa jadi Allah memberimu suatu anugerah kemudian menghalangimu darinya; dan boleh jadi Allah menghalangimu dari suatu anugerah kemudian Ia memberimu anugerah yang lain.”
Baca Juga: Meneropong Asal Muasal Toyota Hilux, Kapan Awal Kelahirannya.
Menurut Imam Ibnu Athaillah, anugerah dari ALLAH SWT yang paling baik sebenarnya adalah seorang hamba yang beriman iaitu rasa syukur dengan sebenar nya syukur, dan rasa ayukur yang mendalam adalah anugerah seorang hamba yang beriman iaitu memeluk agama Islam sebagai nikmat yang sangat hakiki.
Semua terhadap segala sesuatu dari pemberian Allah SWT yang telah diberikan tidak ada yang dapat menandingi anugerah keislaman dan keimanan seorang hamba.
Orang-orang yang masih memeluk agama Islam berarti masih menikmati anugerah yang sangat besar dari Allah. Dengan kalam hikmah di atas, Imam Ibnu Athaillah seakan hendak menyampaikan, terkadang Allah memberikan sesuatu yang dianggap baik menurut pikiran manusia, namun tanpa disadari pemberian itu sebenarnya menghalangi dirinya dari taufiq dan hidayah untuk semakin dekat kepada-Nya.
Baca Juga: Joglo Makam Raden Saleh Kota Bogor di Resmikan Habib Luthfi
Apalah artinya terpenuhi semua harapan, sementara cahaya Islam dan iman di hati justru padam? Namun, yang sering terjadi adalah manusia sulit memahami hakikat anugerah yang diberikan Allah. Ketika harapannya tidak sesuai kenyataan, betapa banyak manusia yang sering menyalahkan takdir, seolah Allah SWT tidak adil kepadanya. Padahal, jika mau memahami, semestinya ia akan sadar bahwa semua anugerah yang telah Allah SWT berikan maupun yang Allah SWT halangi darinya merupakan kebaikan yang hakiki baginya.
Imam Ibnu Athaillah melanjutkan kalam hikmahnya:
مَتَى فَتَحَ لَكَ بَابُ الْفَهْمِ فِي الْمَنْعِ عَادَ الْمَنْعُ عَيْنَ الْعَطَاءِ
Artinya, “Ketika Allah membukakan pintu pemahaman kepadamu tentang pecegahan-Nya dari suatu anugerah, maka penolakan Allah itu pun berubah menjadi anugerah yang sebenarnya.”
Penjelasan Ibnu Ajibah Syekh Ibnu Ajibah dalam kitabnya Îqâdhul Himam mengibaratkan pemberian Allah kepada manusia dengan orang yang diundang ke suatu jamuan makanan di tempat gelap tanpa lampu. Makanan yang tersedia sangat banyak, namun bisakah saat itu ia mengetahui makanan mana yang akan diambil dan yang akan dimakan? Begitulah pemberian Allah kepada manusia, ketika diberi kecukupan di satu sisi, ia akan selalu merasa kekurangan di sisi lainnya. (Ibnu Ajibah, Îqâdhul Himam Syarhu Matnil Hikam, [Bairut, Darul Ma’rifah: 2000], halaman 97). Kalam hikmah Imam Ibnu Athaillah di atas terkonfirmasi oleh ayat Al-Qur’an: