BogorTimes - Maulid Nabi sebenarnya adalah momentum berharga untuk meniru dan belajar dari keteladanan Nabi Muhammad. Maulid Nabi bukan justru waktu kita berdebat soal haram-halalnya.
Kita juga dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW. Yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah SWT dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.Yunus:58).
Rabiul Awal atau biasa disebut dengan bulan Maulid adalah bulan di mana sang pemimpin Umat Islam Nabi Muhammad SAW lahir di muka bumi. Pemimpin Revolusioner dengan segala kesempurnaan membawa risalah Tuhan demi memperbaiki kejahiliyahan manusia. Dedikasi semasa hidupnya tentu memberikan kita teladan agar menjadi manusia seutuhnya. Ia hadir dengan misi khusus dalam rangka pembinaan umat, membimbing dan mengarahkan dengan menolak perilaku nista yang merajalela dalam problematika umat manusia. Pengaruhnya di seluruh penjuru dunia tentu tidak diragukan lagi. Maka tidak heran jika kelahirannya selalu di rayakan di berbagai negara tidak terkecuali Indonesia.
Di Indonesia sendiri, perayaan maulid diadakan dengan berbagai tradisi lokal yang memang sudah lama menjadi ciri khas umat Muslim di Nusantara. Ketika hari ini bicara maulid apakah boleh dirayakan atau tidak. Kami kira itu sudah basi untuk diperdebatkan. Sebab keyakinan yang kita peroleh tentu akan berbeda dengan keyakinan orang lain yang menolak perayaan maulid. Perbedaan penafsiran memang sering kali ditemui dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia. Namun, yang perlu dicatat adalah jika memang itu menyimpang tentu harus diluruskan bukan menghujat hingga menebar kebencian.
Sejatinya perbedaan bukan terletak pada orangnya akan tetapi pada ideologi yang dia peroleh. Oleh sebab itu, cobalah sesekali melihat dari sisi kemanusiaannya. Ini yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Sudah barang tentu untuk saling menghargai, menasehati, mengarifi perbedaan dan menjunjung tinggi martabat manusia. Pesan inilah yang kemudian harus kita ambil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca Juga: Alphard Sudah Hidup Mencapai Tiga Generasi, dengan Tiap Generasi Mendapat Penyegaran.
Risalah Rasulullah SAW telah memberikan kita pemahaman betapa pentinganya nilai-nilai kemanusiaan untuk dijadikan acuan dalam kehidupan. Ia datang mengakhiri masa jahiliyah bangsa Arab saat itu. Ia hadir membela kaum perempuan dan para budak serta membawa genderang persamaan harkat manusia. Saat itu bangsa Arab meski hidup dalam keberagaman, akan tetapi Rasulullah berhasil membangun masyarakat majemuk yang harmoni, damai, dan sentosa. Ini yang kemudian tecatat pada piagam madinah.
Jika melihat konteks di Indonesia yang banyak akan suku, ras, budaya, dan agama, tentu tidak cukup tanpa ada rasa persaudaraan dan kesadaran. Dua pesan inilah yang sekian abad lamanya telah disampaikan Rasulullah dan para ulama agar kita selalu mempererat ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah insaniyah.
Oleh sebab itu, rasa persatuan atau komitmen kebangsaan (ukhuwah wathaniyah) dan pesaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah) di Indonesia perlu dikuatkan kembali. Sebagaimana Rasulullah telah membuktikan dalam mempersatukan masyarakat Madinah yang terdiri dari tiga kelompok yang berbeda yaitu Muhajirin dan Ansor sebagai mayoritas muslim, suku Aus dan Khazraj dari kalangan non-muslim serta kelompok Yahudi.
Baca Juga: Energik e:NS1, Honda HR-V Listrik, Gaya Baru Buatan Cina Bobot 2 Ton Berat Mobil Listrik.
Selain itu, Rasulullah juga mengatur kemajemukan komunitas bangsa Arab dari berbagai sektor kehidupan. Mulai dari urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, dan perdamaian.
Inilah yang kemudian dikenal sebagai piagam madinah atau Dustur Madinah yang menjadi titik temu (kalimatun sawa’) bagi masyarakat madinah yang beragam. Saat itu tentu sangan sulit untuk menanamkan nilai-nilai persatuan dan kemanusian ditengah-tengah masyarakat plural dan tidak mungkin dapat dipersatukan. Namun, Rasulullah SAW secara arif nan bijaksana berhasil mempersatukan persaudaraan dalam membangun kehidupan yang harmonis, damai dan sejahtera.