Bogor Times -Redaksi bahtsul masail NU Online. Saya mau bertanya. Hal ini dialami istri saya. Ia pada Ramadhan lalu puasa beberapa hari karena datang bulan.
Tetapi hingga Ramadhan tahun ini tiba, ada beberapa hari yang belum sempat diqadha olehnya. Pertanyaan saya, apa konsekuensinya bila telat mengqadha puasa wajib hingga Ramadhan tahun depan tiba? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu'alaikum wr. wb. (Fatahillah, Cianjur).
Jawaban Assalamu'alaikum wr. wb. Penanya dan pembaca yang budiman di mana pun berada, semoga Allah menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Allah ta'ala mewajibkan puasa bagi setiap orang yang memenuhi syarat puasa.
Baca Juga: Angkat Telfon Saat Khutbah, Ini Hukumnya
Mereka yang terlanjur sering puasanya di bulan Ramadhan karena sakit dan hal lain, harus mengganti di bulan yang lain.
Adapun orang yang puasanya puasanya demi orang lain seperti ibu menyusui atau ibu ham; dan orang yang menunda qadha puasanya karena kelalaian hingga Ramadhan tahun berikutnya tiba-tiba beban tambahan. Kedua kewajiban membayar fidyah di samping mengqadha puasa yang ditinggalkannya.
الثاني الإفطار اء) ان (مع انه رمضان ) لخبر ان لمرض لم ا ام الذي ال ا استمر السفر المرض ان لنسيان ل ال. كان الطا للعلماء لخفاء لك لا الفدية لا لجهله ا لم التنحنح ل البطلان . اعلم الفدية السنين لزمته.
“(Yang wajib qadha dan fidyah) adalah puasa dengan menunda qadha puasa Ramadhan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadhan berikutnya) berdasarkan hadits, 'Siapa saja mengalami Ramadhan, lalu tidak karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah,' (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).
Di luar kategori 'memiliki kesempatan' adalah orang yang selalu bersafari (seperti), orang sakit yang tiba-tiba Ramadhan berikutnya, orang yang menunda karena, atau orang yang tidak lupa keharaman tertunda-tunda qadha.
Tetapi kalau ia hidup membaur dengan ulama karena samarnya masalah itu tanpa fidyah, maka ketidaktahuannya atas keharaman penundaan qadha bukan termasuk uzur.
Alasan seperti ini tak bisa diterima; sama halnya dengan orang yang mengetahui keharaman berdehem (saat shalat), tetapi tidak tahu batal shalat karenanya. Asal tahu, beban fidyah itu terus muncul seiring pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan orang yang yang berutang (sebelum dilunasi),” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja, Surabaya, Maktabah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan, tanpa tahun, halaman 114).
Dari keterangan Syekh Nawawi Banten ini, kita dapat melihat apakah ketidaksempatan qadha puasa hingga Ramadhan berikutnya tiba-tiba disebabkan karena sakit, atau memang sengaja menunda-tunda. Jika karena kelalaian, tentu yang bersangkutan wajib mengqadha dan juga membayar fidyah sebesar satu mud untuk satu hari utang puasanya.
Diketahui, satu mud setara dengan 543 gram menurut Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah. Sementara menurut Hanafiyah, satu mud seukuran dengan 815,39 gram bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.
Demikian jawaban yang dapat kami terangkan. Semoga jawaban ini bisa dijangkau dengan baik. Kami selalu membuka kritik, saran, dan masukan.****