keagamaan

Ketahui Masa Iddah Perempuan Monofose

Jumat, 9 September 2022 | 16:22 WIB
Penjelasan para ulama tentang masa iddah perempuan (Afn/Bogor times)

BogorTimes- Menentukan masa iddah perempuan, salah satunya didasarkan pada haidh dan tidaknya perempuan tersebut. Jika masih mengalami haidh, maka masa idahnya adalah selama tiga quru atau tiga kali masa suci. Sementara jika ia sudah berhenti haidh alias menapouse, maka masa iddahnya ditetapkan selama tiga bulan.   

Pertanyaannya, bagaimana kondisi perempuan yang tiba-tiba berhenti haidh atau terus-menerus keluar darah haidh (istihadhah) ketika menjalani masa iddah, padahal ia masih berada dalam usia haidh dan belum memasuki usia menapouse? Apakah masa haidhnya disamakan dengan perempuan yang sudah berhenti haidh?   

Para ulama beragam pendapat dalam menyikapi masalah ini. Namun, di antara semua ulama mazhab tidak ada satu pun yang langsung mengalihkan iddah quru kepada iddah syuhur. Hal itu seperti yang terekam dalam kitab al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu karya Syekh Wahbah az-Zuhaili.  Disebutkan az-Zuhaili, perempuan yang berhenti haidh saat menjalani masa iddah, sementara ia tidak tahu apa penyebabnya, apakah karena hamil, menyusui, atau sebab penyakit, maka masa iddahnya menurut ulama Hanafi dan Syafi’i, harus ditunggu hingga kembali haidh, atau memasuki usia menapouse ditambah iddah syuhur selama tiga bulan.

Baca Juga: Pengaruh Lingkungan pada Kecerdasan Anak

Pasalnya, jika seorang perempuan masih melihat lagi darah haidh, maka artinya ia masih tergolong perempuan yang haidh dan harus menjalani iddah quru, bukan dengan iddah yang lain.   

Adapun usia menapouse perempuan, sebagaimana dijelaskan az-Zuhaili, berbeda-beda di kalangan para ulama. Menurut ulama Hanbali, usia menapouse perempuan adalah 50 tahun; menurut ulama Hanafi, usia 55 tahun; menurut ulama Syafi’i usia 62 tahun, dan menurut ulama Maliki usia 70 tahun.   Berbeda dengan ulama Syafi’i, ulama Maliki dan Hanbali berpendapat, masa iddah perempuan yang berhenti haidh ditetapkan selama satu tahun sejak berhentinya haidh terakhir.

Penjelasannya, ia harus  menunggu selama sembilan bulan, sebagai masa umumnya kehamilan, kemudian ditambah iddah syuhur selama tiga bulan, sehingga genap menjadi satu tahun.

Baca Juga: Demo Mahasiswa Ricuh, Pemerintah Dianggap Tidak Pro Rakyat

Semantara kehamilan dapat diketahui dalam jangka waktu satu tahun.    Hal itu berdasarkan riwayat Umar ibn al-Khathab tentang seorang suami yang menceraikan istrinya. Kemudian, mantan istrinya itu haidh satu atau dua kali, dan tidak haidh lagi selamanya. Ia tidak tahu apa penyebab berhenti haidhnya.

Akhirnya, perempuan tersebut menunggu selama sembilan bulan. Setelah terbukti tidak hamil, ia lantas menjalani iddah syuhur selama tiga bulan.     وأما المرتابة بالحيض أو ممتدة الطهر: وهي التي ارتفع حيضها، ولم تدر سببه من حمل أو رضاع أو مرض. فحكمها عند الحنفية والشافعية: أنها تبقى أبداً حتى تحيض أو تبلغ سن من لا تحيض، ثم تعتد بثلاثة أشهر؛ لأنها لما رأت الحيض، صارت من ذوات الحيض، فلا تعتد بغيره، وعند المالكية والحنابلة: عدتها سنة بعد انقطاع الحيض، بأن تمكث تسعة أشهر، وهي مدة الحمل غالباً، ثم تعتد بثلاثة أشهر، فيكمل لها سنة، ثم تحل، وذلك إذا انقطع الحيض عند المالكية بسبب المرض أو بسبب غير معروف Artinya, "Adapun perempuan yang diragukan haidhnya atau perempuan yang panjang masa sucinya, yakni perempuan yang berhenti haidh (saat menjalani masa iddah), sementara ia tidak tahu penyebabnya, apakah karena kehamilan, menyusui, atau penyakit, maka hukum perempuan tersebut menurut ulama Hanafi dan Syafii, tetap tersisa masa iddahnya hingga kembali haidh, atau sampai memasuki usia tidak haidh (menapouse), dilanjutkan dengan menjalani iddah syuhur selama tiga bulan.

Baca Juga: Cegah Anak Jadi Pembully, Simak Kiat ini

Sebab, jika masih melihat haidh, ia tergolong perempuan haidh, sehingga tidak bisa beriddah dengan yang lain. Sementara menurut ulama Maliki dan Hanbali, iddah perempuan itu selama satu tahun setelah terhentinya haidh. Cara penghitungannya, ditunggu selama sembilan bulan, dimana sembilan bulan merupakan masa umumnya kehamilan, kemudian ditambah iddah syuhur selama tiga bulan, sehingga menjadi genap satu tahun dan ia menjadi halal.

Menurut ulama Maliki, iddah satu tahun itu dihitung ketika haidh terhenti akibat penyakit atau sebab yang tidak diketahui." (Lihat: az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, [Damaskus: Darul Fikr], jilid 9, hal. 7185).  Adapun perempuan yang mengalami istihadhah atau terus-menerus keluar darah haidh, sedangkan ia lupa kebiasaan haidhnya, maka menurut ulama Hanafi, masa iddahnya berakhir setelah tujuh bulan dengan memperkirakan enam bulan masa suci dan satu bulan tiga kali masa haidh. Berbeda halnya, jika darahnya terus keluar dan ia tahu kebiasaan haidhnya, maka lamanya haidh dikembalikan kepada kebiasaan.

Baca Juga: Viral! Pria Bakar Tafsyir Al Quran, Pelaku: Kembali Kepada Quran dan Sunnah

Sementara menurut ulama Hanbali dan Syafi’i, iddah perempuan istihadhah yang lupa waktu haidhnya, sama seperti iddah perempuan menapouse, yakni tiga bulan. Kemudian, menurut ulama Maliki, perempuan yang mengalami istihadhah seperti perempuan yang diragukan haidhnya, yaitu ditunggu sembilan bulan lalu ditambah iddah syuhur selama tiga bulan, sehingga menjadi satu tahun. Walhasil, perempuan yang berhenti haidh di saat masa iddah, dan ia belum saatnya memasuki usia menapouse, maka tidak serta-merta beralih kepada iddah syuhur selama tiga bulan.

Halaman:

Tags

Terkini

Penjelasan Ilmu Fiqih, Tinggalkan Sholat Karena Tidur

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:14 WIB

Mengenal Makna Udzur Sholat Dalam Ilmu Fiqih

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:06 WIB

Hukum Nikahi Sepupu

Minggu, 6 Oktober 2024 | 07:28 WIB

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB