• Minggu, 24 November 2024

Fihi Ma Fihi : 'Matilah Kalian Sebelum Kalian Mati' Maulana Rumi

- Jumat, 24 September 2021 | 09:33 WIB
Fihi Ma Fihi Matilah Sebelum Kalian Mati (pixabay.com)
Fihi Ma Fihi Matilah Sebelum Kalian Mati (pixabay.com)

Bogor Times - AMIR Barwanah berkata: "Sungguh hati dan jiwaku ini sangat ingin melayani Allah siang dan malam, akan tetapi karena kesibukanku dengan urusan-urusan Mongol, aku jadi tidak bisa mewujudkan keinginan untuk bersua dengan-Nya."

Maulana Rumi menjawab: "Sesungguhnya yang kamu lakukan ini juga merupakan bentuk khidmat (melayani) Allah, karena yang kamu lakukan itu menjadi media untuk memberikan rasa aman dan perlindungan bagi para Muslim.Kamu telah mengorbankan jiwa, harta, dan ragamu untuk membuat mereka semua memperoleh ketenangan dalam melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah. Tentu saja hal ini juga merupakan amal yang baik. Allah telah menganugerahimu kecenderungan kepada amal yang baik ini. Rasa cintamu yang besar pada apa yang kamu lakukan ini merupakan bukti pertolongan Allah.

Sebaliknya, jika rasa cintamu yang besar pada perkerjaan ini hilang, maka itu adalah bukti hilangnya pertolongan Allah. Dalam kasus ini, ketika Allah tidak menginginkan pekerjaan baik dan penting ini jatuh ke tangan orang lain, itu berarti bahwa orang lain itu tidak berhak atas pahala dan derajat-derajat yang tinggi.

Contohnya adalah bak mandi yang panas; tentu saja panas itu berasal dari bahan-bahan seperti jerami, kayu bakar, rabuk, dan lain sebagainya, yang dibakar di tungku. Dengan cara yang sama, Allah menunjukkan beberapa hal yang dari luarnya tampak sebagai sesuatu yang buruk dan dibenci, namun justru sebenarnya merupakan sebuah pertolongan Allah untuk membuatnya suci.

Di bak mandi yang panas ini, orang yang mandi di dalamnya dibakar (disucikan) dengan media-media yang tadi disebutkan, dan kemudian menjadi manfaat bagi orang lain.

Baca Juga: Doa Terlepas dari Bayang - Bayang Mantan

Pada saat itu beberapa sahabat datang. Maulana Rumi meminta maaf sembari berkata: "Jika aku tidak datang kepada kalian serta tidak berbicang dan bertanya kepadamu, itu sesungguhnya adalah sebuah penghormatan. Sebab bentuk penghormatan pada hal apapun haruslah sesuai dengan waktu terjadinya sesuatu itu. Ketika mendirikan salat misalnya, seseorang tidak seharusnya menghentikan salatnya dan memberikan salam kepada ayah dan saudaranya saat mereka datang. Sikap acuh seseorang kepada orang-orang yang dikasihi dan para kerabatnya saat ia sedang mendirikan salat justru merupakan inti dari kepedulian dan bentuk keramahan yang sesungguhnya dari orang itu. Sebab ketika ia tidak menghentikan ketaatan dan perjumpaannya dengan Allah ketika salat dan tidak merasa terganggu oleh kedatangan mereka, maka ayah, saudara, dan kerabatnya tidak akan mendapatkan dosa dan terbebas dari siksa Nya. Inilah bentuk kepedulian sesungguhnya dari orang yang sedang salat, yaitu menghindarkan mereka dari siksa.

Seseorang bertanya: "Apakah ada cara lain yang lebih dekat kepada Allah daripada salat?

Maulana Rumi menjawab: "Ada, yaitu salat juga. Tetapi bukan salat dalam bentuk luarnya saja."

Salat yang kamu sebut dalam pertanyaanmu tadi adalah bentuk dari salat itu sendiri, karena ia memiliki pembuka dan penutup. Sementara semua hal yang memiliki pembuka dan penutup dinamakan bentuk, takbiratul ihram adalah pembuka salat, dan salam adalah penutupnya. Sama halnya dengan syahadat. Syahadat bukan merupakan sesuatu yang dilafalkan dengan bibir saja, tetapi syahadat juga memiliki permulaan dan akhiran. Segala sesuatu yang diekspresikan dengan kata, suara, dan memiliki awalan serta akhiran adalah bentuk dan kerangka. Sementara jiwa dari syahadat itu tidaklah terbatas dan tidak memiliki titik akhir, tak bermula dan tak berakhir.

Masih ada sesuatu yang lain, yaitu salat yang ditunjukkan para Nabi. Nabi Muhammad Saw. menjelaskan perihal salat ini kepada kita semua melalui sabdanya: "Aku memiliki sebuah waktu bersama Allah tidak dapat dideteksi oleh nabi-nabi lain maupun para yang malaikat yang dekat dengan Allah. "Dari sini, bisa kita pahami bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah adalah jiwa (roh)nya salat. Bukan semata bentuk luarnya saja, melainkan kekhusyukan yang sempurna. Sebuah kondisi di mana bentuk apa pun tidak dapat masuk ke dalamnya, tidak ada tempat bagi mereka di sana, bahkan Jibril-yang merupakan wujud suci-sekalipun tak dapat masuk ke dalamnya.

Baca Juga: Sang Perawi Hadist Imam At-Turmudzi Berguru Langsung Ke-Nabiyullah Khidir AS.

Dikisahkan bahwa pada suatu hari para sahabat ayahku melihat ayahku (Bahauddin, semoga Allah menyucikan jiwa beliau) sedang berada dalam kekhusyukan yang sempurna. Kebetulan saat itu telah masuk waktu salat, sehingga beberapa murid memanggil ayahku: "Waktu salat telah tiba." Ayahku tidak menghiraukan suara yang memanggil, sehingga mereka membiarkannya dan menunaikan salat tanpa ayahku. Akan tetapi, ada dua murid yang mengikuti apa yang dilakukan ayahku dan tidak ikut menunaikan salat.

Adalah Khwajagi, salah satu murid yang melaksanakan salat, ditunjukkan ke dalam mata hatinya sehingga ia bisa melihat dengan jelas bahwa punggung semua orang yang salat berjemaah di belakang imam menghadap Ka'bah (salat dengan membelakangi Ka'bah), sementara ayahku dan dua murid yang mengikutinya justru menghadap Ka'bah. Hal itu dikarenakan ayahku telah menghilangkan kekitaan serta keakuannya dan menjadi fana. Wujud mereka bertiga telah 'mati' dan telah meneguk cahaya Tuhan; "Matilah kalian sebelum kalian mati," mereka telah menyatu dengan cahaya Allah. Semua orang yang memalingkan wajahnya dari cahaya Allah dan menghadapkan wajahnya ke tembok, maka mereka menghadapkan punggungnya kepada kiblat, karena cahaya Allah adalah kiblat yang sebenarnya. Cahaya Allah adalah roh dari kiblat.

Siapa saja yang menghadap Ka'bah, ketahuilah bahwa nabi Muhammad telah menjadikan Ka'bah sebagai kiblat dunia. Jika Ka'bah adalah kiblat dunia, maka yang lebih utama adalah ketika Ka'bah menjadi kiblat bagi seseorang.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Syahrul Mubarok

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Penjelasan Ilmu Fiqih, Tinggalkan Sholat Karena Tidur

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:14 WIB

Mengenal Makna Udzur Sholat Dalam Ilmu Fiqih

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:06 WIB

Hukum Nikahi Sepupu

Minggu, 6 Oktober 2024 | 07:28 WIB

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB
X