• Jumat, 22 November 2024

Wukuf Saat Haid Tetap Sah Meskipun Tidak Peroleh Keutamaan

- Selasa, 28 Juni 2022 | 07:25 WIB
Tawaf saat ibadah haji (Pixabay20)
Tawaf saat ibadah haji (Pixabay20)

Bogor Times- Siklus Haid menjadi keniscayaan pada perempuan. Namun, kodrat itu tak lantas menghambat ibadah.

Semisal Wukuf bagi jamaah haji perempuan yang tengah mengalami haid. Ketetapan hukum syariah menyatakan sah meskipun tidak utama.

Sebagaimana diterangkan  oleh al Imam al-Nawawi dalam kitab al-Idlah bahwa salah satu adab wukuf adalah dilakukan dalam keadaan suci. Dengan demikian, wukuf yang dilakukan jamaah haji yang tengah menstruasi adalah sah, meski ia kehilangan keutamaan wukuf dalam keadaan suci.

Baca Juga: Konstitusi Tunisia Akan Hapus Islam Sebagai Agama Resmi

Baca Juga: Alumni dan Kader PMII Sulawesi Siap Dirikan Universitas Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Baca Juga: Hari Raya Idul Fitri: Sejarah, Keutamaan, dan Maknanya dalam Islam Sunnatullah

 “Kesunnahan dan adab wukuf yang ketujuh. Yang lebih utama adalah menghadap kiblat, suci dari hadats dan menutupi aurat. Sehingga bila seseorang wukuf dalam keadaan berhadats, junub, haid, terkena najis atau terbuka auratnya, maka sah wukufnya dan ia kehilangan keutamaan” (Mengutip, Syekh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Idlah, Beirut-Dar al-Hadits, hal.313).

Referensi di atas memberikan pemahaman bahwa kondisi menstruasi tidak mencegah kebsahan wukuf, sebab hanya berkaitan dengan keutamaan, bukan kewajiban.

Apabila memungkinkan jamaah haji yang tengah haid tentu lebih baik menunggu sucinya selama durasi waktu wukuf masih tersedia untuk memperolah keutamaan wukuf dalam keadaan suci. Akan tetapi bila tidak memungkinkan, semisal dengan menunggu suci berakibat ketinggalan rombongan sehingga dapat mengancam keselamatannya, maka lebih utama ikut alur pemberangkatan rombongan meski berwukuf dalam keadaan haid, sebab menjaga keselamatan diri merupakan kewajiban, sementara wukuf dalam keadaan suci adalah kesunnahan.

Baca Juga: Hari Raya Idul Fitri: Sejarah, Keutamaan, dan Maknanya dalam Islam Sunnatullah

Baca Juga: Barokah Idul Adha, Ribuan Ternak di Jawa Barat Sembuh dari PMK

Baca Juga: Jadikan Momen Idul Adha Untuk Berbagi Kebaikan

Dalam Qoidah fiqih menegaskan, “al-Wâjibu lâ yutraku illâ li wâjibin” ( Yang artinya: kewajiban tidak dapat ditinggalkan kecuali karena kewajiban lainnya), sebagian ulama meredaksikan dengan bunyi kaidah “al-wâjibu lâ yutraku li sunnatin” (kewajiban tidak boleh ditinggalkan karena kesunnahan).****

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Usman Azis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Penjelasan Ilmu Fiqih, Tinggalkan Sholat Karena Tidur

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:14 WIB

Mengenal Makna Udzur Sholat Dalam Ilmu Fiqih

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:06 WIB

Hukum Nikahi Sepupu

Minggu, 6 Oktober 2024 | 07:28 WIB

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB
X