Bogor Times- Tercatat di dalam banyak teks Al-Qur’an dan hadits keterangan yang menyebutkan kemuliaannya. Di antaranya ayat:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya?” (QS Al-Baqarah: 114).
Diksi dalam ayat tersebut disampaikan dengan memakai kalimat istifham (bertanya), tapi tidak dikehendaki sebagai arti istifham yang sesungguhnya (bertanya karena tidak paham), melainkan berfaedah nafi (meniadakan). Dalam ayat tersebut, Allah tidak bermaksud bertanya tentang siapa orang yang paling zalim, tapi hendak menegaskan bahwa tidak ada yang lebih berbuat aniaya melebihi orang yang menghalangi penyebutan nama-Nya di masjid-masjid dan berusaha merobohkannya.
Dalam ayat lain disebutkan:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS Al-Taubah: 18).
Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Dan tidaklah suatu kaum berkumpul dalam satu dari beberapa masjid rumah turunnya rahmat Allah, seraya membaca dan bertadarus kitab-Nya di antara mereka, kecuali turun kepada mereka ketenangan dan dipenuhi rahmat dan dikelilingi para malaikat, serta Allah menyebut mereka di antara orang yang dekat di sisiNya” (HR Muslim). Dalam hadits riwayat al-Dailami, Nabi bersabda:
إِذَا أَحَبَّ اللهُ عَبْدًا جَعَلَهُ قَيِّمَ مَسْجِدٍ وَإِذَا أَبْغَضَهُ جَعَلَهُ قَيِّمَ حَمَامٍ. “Jika Allah senang terhadap hamba-Nya maka Ia menjadikannya pengurus masjid. Dan jika Allah membenci hamba-Nya maka Ia menjadikannya petugas kolam renang (tempat hiburan yang melanggar syariat)” (HR al-Dailami).
Oleh karena besarnya kemuliaan masjid, besar pula keutamaan orang yang membangunnya. Disebutkan dalam hadits riwayat Imam al-Bazzar:
وَمَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa membangun masjid karena Allah maka Allah akan membangunkan untuknya istana di surga” (HRal-Bazzar).
Keutamaan membangun masjid bahkan tidak hanya berlaku untuk masjid yang besar dan megah, tapi juga mencakup masjid kecil yang sederhana. Disebutkan dalam riwayat Imam al-Tirmidzi:
مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ “Barangsiapa membangun masjid karena Allah, kecil atau besar, maka Allah membangun baginya rumah di surga”. (HR al-Tirmidzi).