Bogor Times - Direktur Utama Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPPJ), Muzakkir, menolak untuk melaporkan dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pengelolaan Pasar Teknik Umum ke polisi. Sebaliknya, ia memilih untuk melemparkan tanggung jawab tersebut kepada Kabag Hukum dan Ham Setda Kota Bogor, Alma Wiranta.
Menurut Muzakkir, alasan utama mengapa pasar tersebut belum diambil alih oleh Pemerintah Kota Bogor adalah karena adanya saran dari mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bogor, Yudi Indra. Yudi Indra, yang pada saat itu masih menjabat sebagai orang nomor satu di korps adhyaksa, menyarankan agar pengambilalihan Pasar Teknik Umum ditunda karena masih ada sengketa hukum dan situasi keamanan yang belum kondusif.
Namun, Muzakkir tidak menjelaskan secara spesifik apa yang dimaksud dengan situasi yang belum kondusif tersebut. Ia juga menambahkan bahwa Pemkot Bogor masih harus melakukan mediasi dengan PT Galvindo Ampuh, namun hingga batas waktu yang ditentukan, pertemuan tersebut tidak menemukan titik terang.
Muzakkir juga menyinggung tentang opsi Pemkot Bogor membeli seluruh kios yang masih belum laku terjual. Menurutnya, opsi ini bukanlah solusi yang sederhana karena Pemkot Bogor belum tentu menganggarkan biaya untuk pembelian kios tersebut dan juga belum tentu memiliki uang untuk itu.
Dengan semua permasalahan ini, pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana langkah Pemkot Bogor selanjutnya dalam mengelola Pasar Teknik Umum dan bagaimana cara mereka menangani kerugian yang telah terjadi. Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.
Dalam wawancara tersebut, Muzakkir juga mengungkapkan bahwa ia telah “mendesak” Walikota Bogor untuk segera mengambil alih hak pengelolaan Pasar Teknik Umum. Namun, hingga saat ini, belum ada tindakan konkret yang diambil oleh Pemkot Bogor terkait hal ini.
Muzakkir juga menyinggung tentang perjanjian yang menyebutkan jika pengelolaan pasar ingin dikembalikan kepada Pemerintah Kota Bogor maka seluruh kios yang ada di Pasar Teknik Umum harus terlebih dahulu laku terjual.
Menurutnya, jika Pemkot Bogor yang membeli semua kios yang masih belum laku, persoalannya tidak sesederhana itu. Sebab, Pemkot Bogor juga belum tentu menganggarkan biaya untuk pembelian kios tersebut dan juga belum tentu memiliki uang.
Muzakkir menambahkan bahwa berdasarkan hitungan perumda yang dibawah kepemimpinannya, akibat pasar itu masih dikelola oleh PT Galvindo Ampuh maka Pemerintah Kota Bogor diduga mengalami kerugian setiap tahunnya sebesar Rp 80-90 miliar. Namun, ia belum akan melaporkan kebocoran PAD tersebut kepada aparat penegak hukum (APH) kecuali jika telah menerima mandat dari Walikota Bogor untuk mengelola pasar tersebut.
Pada akhirnya, Muzakkir menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada bagian hukum pemkot. Ia berharap dengan adanya penanganan dari bagian hukum, masalah ini dapat segera diselesaikan dan Pasar Teknik Umum dapat segera dikelola dengan baik oleh Pemerintah Kota Bogor.
Tindakan Pemkot Bogor yang tidak mau mengambil alih pengelolaan Pasar Teknik Umum tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap kepentingan publik. Pemkot Bogor memiliki kewajiban untuk memastikan pengelolaan pasar berjalan optimal dan menguntungkan masyarakat.
Alasan-alasan yang disampaikan oleh Muzakkir untuk membenarkan tindakan Pemkot Bogor tersebut tidak dapat diterima.
Pertama, alasan Pemkot Bogor yang tidak mau melaporkan dugaan kebocoran PAD sebesar Rp 150 miliar ke APH tidak dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa Pemkot Bogor tidak mau bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pemerintah, pedagang dan masyarakat.
Kedua, alasan Pemkot Bogor yang mengikuti saran dari mantan Kajari Kota Bogor Yudi Indra untuk menunda pengambilalihan Pasar Teknik Umum juga tidak dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa Pemkot Bogor tidak berani mengambil keputusan yang tegas untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sementara itu,Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kota Bogor Sigit Prabawa belum membalas pesan singkat yang dikirimkan wartawan media ini.