Bogor Times - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menerapkan sikap transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum laporan IPW terhadap Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (EOH). Laporan tersebut telah disampaikan sejak bulan Maret 2023, namun hingga saat ini belum ada kejelasan penanganannya.
Edward Omar Sharif Hiariej (EOH) diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 7 miliar dari seorang pengusaha bernama Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum kepada Eddy yang juga merupakan guru besar di Universitas Gadjah Mada (UGM). Meski demikian, Eddy membantah adanya dugaan gratifikasi sebesar Rp 7 miliar yang dilaporkan oleh Sugeng Teguh Santoso.
IPW menilai bahwa KPK tidak memberikan penjelasan yang memadai kepada pelapor, dalam hal ini IPW, mengenai perkembangan laporan tersebut. IPW juga menyoroti prinsip transparansi dan akuntabilitas kinerja KPK yang dipertanyakan oleh publik setelah kasus dugaan tindak pidana korupsi terhadap salah satu pimpinan KPK Firli Bahuri mencuat.
“KPK harus transparan dan akuntabel dalam memproses laporan tipikor yang disampaikan oleh masyarakat. KPK tidak boleh menganggap bahwa urusan penanganan kasus korupsi di KPK adalah urusan KPK sendiri dan tidak peduli pada harapan publik yang menginginkan keterbukaan,”kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulisnya, Kamis,9 November 2023.
Sugeng Teguh Santoso menambahkan bahwa IPW juga mendengar adanya isu dihambatnya penetapan tahap penyidikan terhadap EOH oleh direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro. Menurut Sugeng Teguh Santoso, Endar diduga menahan dibuatkannya laporan terjadinya tindak pidana korupsi terhadap EOH dengan alasan karena berjasa pada Polri sebagai saksi ahli.
“Kalau benar isu tersebut, maka justru Endar telah mencoreng nama baik Polri. Seharusnya Endar sebagai polisi yang ditugaskan di KPK bertindak profesional dan objektif dalam menangani kasus korupsi, tanpa memandang siapa pelakunya,”ujar Sugeng Teguh Santoso.
Sugeng Teguh Santoso meminta KPK untuk membuatkan laporan perkembangan proses hukum tipikor atas laporan masyarakat secara berkala sebagai akuntabilitas kerja. Dia juga mengusulkan agar KPK mencontoh model SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan/Penyidikan) yang diterbitkan oleh Polri dalam proses perkara pidana.
“KPK harus ingat bahwa gaji pegawai KPK dibayar dari APBN yang berasal dari masyarakat melalui pajak. Tanpa transparansi dan akuntabilitas kerja pada publik, maka potensi penyimpangan kewenangan untuk kepentingan tertentu yang bisa saja sifatnya pribadi dan atau melayani permintaan pihak-pihak tertentu yang melanggar hukum akan terjadi,”tutup Sugeng Teguh Santoso.
Penulis : Febri Daniel Manalu