Bogor Times-Pemerintah memperingatkan masyarakat untuk menghindari menyembelih hewan ternak yang telah meninggal akibat penyakit, mengingat adanya wabah antraks yang mematikan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kejadian di Dusun Jati, Desa Candirejo, telah menyebabkan tiga orang meninggal dunia karena mereka telah menyembelih daging sapi yang sudah mati sebelumnya.
Salah satu korban yang meninggal pada tanggal 4 Juni lalu, telah diuji positif terkena antraks.
Hingga hari Rabu (05/07), Kementerian Pertanian telah mencatat 12 ekor hewan ternak mati, yaitu enam sapi dan enam kambing. Selain itu, berdasarkan hasil tes serologi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, terdapat 85 warga yang dinyatakan positif terinfeksi antraks.
Faktor yang paling berisiko dalam penyebaran kasus antraks ini adalah adanya tradisi Mbrandu atau purak, di mana masyarakat menyembelih hewan yang sudah mati atau terlihat sakit dan membagikan dagingnya kepada orang lain.
Bagaimana gejala seseorang yang terkena antraks?
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian telah menginisiasi penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh satuan tugas One Health Kapanewon Semanu guna mengetahui lebih lanjut tentang penyebaran penyakit ini.
Dalam upaya untuk mengendalikan penyebaran antraks yang semakin mengkhawatirkan, pemerintah telah mengambil langkah-langkah proaktif. Mereka bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian untuk mengintensifkan upaya penyelidikan epidemiologi.
Satuan tugas One Health Kapanewon Semanu telah ditugaskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait wabah antraks ini. Mereka sedang melakukan penelitian yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti dokter hewan, ahli epidemiologi, dan tenaga medis lainnya. Tujuannya adalah untuk memahami sumber infeksi, jalur penularan, serta menganalisis gejala dan dampak yang ditimbulkan pada manusia.
Selain itu, pemerintah juga berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya antraks dan tindakan pencegahan yang harus diambil. Mereka telah meluncurkan kampanye publik untuk memberikan informasi tentang gejala antraks kepada masyarakat, agar mereka dapat segera mencari bantuan medis jika mengalami gejala yang mencurigakan setelah kontak dengan hewan yang sakit atau mati.
Kementerian Pertanian telah meluncurkan program komunikasi, informasi, dan edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit zoonosis. Dalam upaya ini, kementerian juga merekrut kader-kader yang akan membantu memantau dan merespons dengan cepat kasus-kasus penyakit tersebut.
Saat ini, terdapat seorang warga Desa Candirejo yang sedang menjalani perawatan di RSUD Wonosari setelah dinyatakan positif terinfeksi antraks. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul, Dewi Irawaty, pasien yang merupakan seorang lansia tersebut telah menjalani perawatan sejak pekan lalu.
"Dia mengalami luka dan bengkak di tangan, serta mungkin mengalami gejala lain yang memerlukan perawatan. Pasien tersebut masih dalam perawatan di RSUD Wonosari dan berusia lanjut," ujar Dewi dalam jumpa pers yang dilaksanakan pada Kamis (06/07).
Dewi juga menambahkan bahwa pasien tersebut diketahui mengonsumsi daging ternak yang terkontaminasi antraks. "Benar, orang yang masuk rumah sakit tersebut ikut serta dalam tradisi mbrandu dan turut mengonsumsi dagingnya."
Bagaimana penularan antraks terjadi?
Antraks merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang umumnya menyerang hewan herbivora.
"Dalam kontak dengan udara, bakteri antraks akan membentuk spora yang tahan terhadap kondisi lingkungan dan beberapa bahan kimia, sehingga spora tersebut dapat bertahan hingga puluhan tahun di dalam tanah," ungkap Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan.