Bogor Times-Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto, mengungkapkan keprihatinannya terhadap lambatnya pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Agus membandingkan dengan ketegasan DPR dalam membahas RUU Kesehatan dan RUU Cipta Kerja.
Menurut Agus, jika DPR dapat merespons tekanan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan masyarakat,seharusnya pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat dilakukan dengan cepat dan tanpa hambatan.
Selain itu, Agus juga mengkhawatirkan bahwa jika pembahasan tidak segera dimulai, anggota DPR yang akan mencalonkan diri dalam pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2024 akan terlalu sibuk dengan kampanye politik mereka.
Hal ini berpotensi menyebabkan penundaan pembahasan RUU hingga periode sidang berikutnya.
"Sesuai aturan yang berlaku, DPR menargetkan penyelesaian dua RUU setiap tahun. Jika dua RUU tersebut telah selesai dibahas, maka komisi-komisi lain dapat memulai pembahasan RUU yang baru. Namun, jika target penyelesaian dua RUU belum tercapai, maka pembahasan RUU baru tidak akan dimulai,"ucap Agus.
"Pemerintah Indonesia seharusnya dapat mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar segera memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Pada tanggal 4 Mei 2023, pemerintah telah menyerahkan surat presiden (surpres) dan draf RUU Perampasan Aset kepada DPR,"harap Agus.
Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat berharap agar DPR dapat memahami tekanan yang datang dari Presiden Jokowi dan masyarakat terkait pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan kesiapannya untuk membahas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Menurutnya, rekan-rekan di Komisi Hukum selalu siap menerima tugas pembahasan RUU tersebut. Namun, Habiburokhman tidak mengetahui alasan mengapa Pimpinan DPR belum menugaskan alat kelengkapan dewan (AKD) untuk membahas RUU Perampasan Aset.
"Selain itu, penting bagi DPR untuk mempertimbangkan jadwal dan prioritas pembahasan RUU agar tidak terhambat oleh kegiatan politik seperti kampanye pemilihan umum dan pemilihan presiden. Dengan demikian, diharapkan pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat segera dimulai untuk memastikan penegakan hukum yang efektif dan perlindungan terhadap aset negara,"sambung Wakil Ketua Komisi III DPR RI.
Presiden Joko Widodo juga terlihat tidak sabar karena RUU Perampasan Aset belum dibahas oleh DPR. Padahal, Jokowi sudah mengirim surpres dan naskah RUU tersebut. Ia sering memberikan dorongan agar RUU tersebut segera dibahas. Jokowi menekankan pentingnya penegakan hukum dan menyelamatkan aset negara dari berbagai kejahatan.
"Dengan demikian, pemerintah mendesak DPR agar segera memulai pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana guna memastikan penegakan hukum yang efektif,"singakt dia.
Dalam konteks ini, pemerintah kembali menegaskan urgensi pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana oleh DPR. Langkah ini diharapkan dapat melindungi keuangan negara dan masyarakat dari tindak pidana yang merugikan serta memastikan keadilan dan penegakan hukum yang efektif.