Bogor Times-Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah menjalankan sebuah kebijakan berani yang berpotensi memberikan manfaat luas bagi masyarakat dan ekonomi Indonesia. Dengan larangan ekspor bijih nikel dan fokus pada pengembangan hilirisasi di dalam negeri, pemerintahan Jokowi berharap untuk memberikan dorongan bagi pengembangan industri dan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Pengumuman ini menandai langkah maju dalam upaya untuk mencapai diversifikasi ekonomi dan peningkatan nilai tambah dari ekspor komoditas nikel. Tercatat pada tahun 2022, nilai ekspor nikel berhilirisasi berhasil mencapai US$ 33 miliar atau setara dengan Rp 514,3 triliun.
Angka ini mengalami peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya, yang hanya mencapai US$ 20,9 miliar, bahkan lebih jauh dari tahun 2018-2019 yang hanya US$ 3,3 miliar.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Industri, Septian Hario Seto, optimis bahwa pada tahun 2023 ini, nilai tambah dari hilirisasi nikel di dalam negeri akan terus meningkat.
Targetnya mencapai US$ 38 miliar atau setara dengan Rp 592,2 triliun. Hal ini menunjukkan potensi besar untuk mendongkrak perekonomian Indonesia.
Pengembangan hilirisasi nikel ini tentu bukan tanpa tantangan. Berbagai pihak mempertanyakan keputusan ini, termasuk dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Uni Eropa (UE).
Namun, Presiden Jokowi menegaskan bahwa kebijakan larangan ekspor bijih nikel telah membawa lompatan nilai tambah yang signifikan bagi Indonesia. Dengan bergeser dari ekspor bijih mentah ke produk turunan, perekonomian Indonesia menjadi lebih tangguh dan berdaya saing.
"Keberhasilan pengembangan hilirisasi nikel di dalam negeri bukan hanya akan menciptakan lapangan kerja baru, tetapi juga membuka peluang bagi pengembangan industri dan teknologi di tanah air. Hal ini akan memperkuat posisi Indonesia di pasar global dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,"kata deputi.
Dengan komitmen kuat dari pemerintah dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel dan pengembangan hilirisasi akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia dan membawa Indonesia menuju perekonomian yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Ini adalah langkah maju yang strategis untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang lebih baik.
Dalam proses mencapai tujuan pembangunan nasional yang lebih baik, kebijakan larangan ekspor bijih nikel dan pengembangan hilirisasi tidak hanya memberikan manfaat ekonomi yang luas, tetapi juga membawa implikasi positif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
"Dengan fokus pada pengembangan hilirisasi, Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah produk nikel secara signifikan. Hal ini berdampak positif terhadap penerimaan negara dan pendapatan bagi pelaku industri dalam negeri. Pengembangan industri hilirisasi juga akan membuka peluang bagi inovasi dan teknologi baru, sehingga dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dan kompetitif di pasar global,"papar Septian Hario Seto.
Selain itu, kebijakan ini berpotensi menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja Indonesia. Dengan semakin berkembangnya industri hilirisasi, dibutuhkan tenaga kerja yang terampil dan terlatih dalam berbagai sektor.
"Hal ini akan meningkatkan kesempatan bagi para pekerja untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tinggi.
Selain manfaat ekonomi dan ketenagakerjaan, pengembangan hilirisasi juga dapat berdampak positif terhadap lingkungan dan keberlanjutan,"tambah dia.
Dengan meningkatkan nilai tambah produk nikel, maka kebutuhan akan eksploitasi bijih nikel secara berlebihan dapat berkurang. Ini dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan mendorong praktik pertambangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.