Bogor Times-Pemerintah Indonesia sedang mengupayakan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) baru yang bertujuan untuk mendorong pemanfaatan produk dalam negeri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
RUU ini diharapkan akan memberikan instruksi kepada pemerintah untuk lebih mendukung penggunaan produk lokal dan meningkatkan dukungan terhadap ekonomi domestik.
Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo R.M. Manuhutu, dalam acara Road Temu Bisnis Tahap VI yang disiarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Jumat (28/7/2023), menjelaskan tentang rencana ambisius pemerintah ini.
Menurutnya, RUU tersebut akan menyatakan bahwa 90% dari anggaran APBN dan APBD harus dialokasikan untuk pembelian produk dalam negeri.
"Dengan arahan dari Pak Presiden, saat ini kami bersama Kemenkeu sedang mendorong RUU Pengadaan Barang dan Jasa yang akan memberlakukan ketentuan bahwa 90% anggaran APBN dan APBD harus digunakan untuk produk-produk lokal," kata Odo Manuhutu.
"Kami akan terus membuka pintu bagi produk-produk impor yang memang sulit digantikan dengan produk dalam negeri. Namun, jika ada pilihan produk lokal yang sebanding, kami berharap masyarakat juga memberikan dukungan kepada industri dalam negeri," ungkapnya.
Diharapkan dengan disahkan RUU ini , penggunaan produk dalam negeri akan semakin meningkat, mendorong keberlanjutan industri dalam negeri, serta memberikan dorongan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Para ahli ekonomi dan analis pasar menyambut baik rencana ini, karena mereka percaya bahwa langkah ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi produk lokal untuk bersaing di pasar nasional. Dengan peningkatan pangsa pasar, produsen lokal akan mampu mengoptimalkan kapasitas produksi mereka, yang pada gilirannya akan membuka peluang baru untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), penerapan kebijakan ini diperkirakan akan menambah lapangan kerja hingga sekitar 277 ribu pekerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga sebesar 0,12%.
Namun, langkah ambisius ini juga tidak lepas dari tantangan dan kritik. Beberapa pihak khawatir bahwa kebijakan ini dapat mengakibatkan keterbatasan akses terhadap inovasi dan teknologi dari luar negeri. Mereka berpendapat bahwa persaingan global tetap perlu dipertimbangkan agar industri dalam negeri tidak terlalu terpaku pada produk lokal yang belum memiliki daya saing di pasar internasional.
Namun, rencana undang-undang ini juga tidak lepas dari berbagai tantangan dan kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa memaksa alokasi anggaran sebesar 90% untuk produk dalam negeri bisa mengakibatkan keterbatasan pilihan dan kualitas produk. Mereka berpendapat bahwa persaingan global tetap perlu dipertimbangkan, dan pemerintah harus memastikan bahwa langkah ini tidak menghambat akses terhadap inovasi dan teknologi dari luar negeri.