Bogor Times-Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) Sigit Reliantoro,di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah memberikan penjelasan mengenai penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta.
Menurutnya, fenomena ini merupakan bagian dari siklus tahunan yang terjadi mulai dari Juni hingga Agustus.Ia juga menegaskan bahwa kondisi ini terkait erat dengan pengaruh udara kering yang berasal dari wilayah Timur Indonesia.
Dalam pengarahannya kepada media,Sigit Reliantoro menyampaikan bahwa angin kering yang datang dari wilayah Timur Indonesia memainkan peran penting dalam memperburuk kualitas udara di Jakarta.
Salah satu penyebab utama dari kondisi ini adalah adanya udara kering yang berasal dari wilayah Timur Indonesia. Udara kering ini membawa bersama partikel polutan dan zat kimia yang berkontribusi terhadap penurunan kualitas udara di Jakarta. Namun, Sigit Reliantoro menegaskan bahwa pemerintah bersama dengan masyarakat perlu memahami dengan baik faktor-faktor ini untuk merencanakan langkah-langkah mitigasi yang lebih efektif.
Partikel polutan dan bahan kimia yang terbawa oleh angin tersebut mengakibatkan peningkatan polusi udara di ibu kota.
"Siklus tahunan ini merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap kondisi buruk udara di Jakarta,"kata Sigit kepada para pewarta Jumat,11 Agustus 2023.
Penjelasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang alasan di balik peningkatan polusi udara selama periode tertentu. Dalam hal ini Sigit menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam mengatasi masalah kualitas udara buruk ini.
"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah berkomitmen untuk memonitor dan mengendalikan kualitas udara di Jakarta melalui program-program lingkungan yang berkelanjutan. Saya pun mengajak semua pihak untuk bersama-sama berkontribusi dalam menjaga lingkungan yang lebih bersih dan sehat, serta mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat guna mengurangi dampak buruk dari polusi udara,"harap Sigit Reliantoro.
"Kami ingin menekankan bahwa buruknya kualitas udara pada periode ini memiliki dasar siklus tahunan yang terjadi selama beberapa bulan, dan fenomena ini dapat diantisipasi," ungkapnya dalam konferensi pers.
Dalam mengatasi permasalahan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengambil tindakan proaktif dengan memantau dan mengendalikan kualitas udara di Jakarta. Sigit Reliantoro mengundang semua pihak, termasuk sektor swasta, masyarakat, dan lembaga terkait, untuk berkolaborasi dalam menjaga kualitas udara yang lebih baik.
Masyarakat perlu memahami bahwa meskipun siklus tahunan ini dapat membawa tantangan dalam hal kualitas udara, langkah-langkah sederhana seperti pengurangan penggunaan kendaraan bermotor pribadi, penghematan energi, dan pengelolaan sampah yang lebih baik dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang."Kami memahami bahwa ini adalah situasi yang tidak terjadi setiap hari, jadi kebijakan ini harus disesuaikan dengan keadaan,"tambahnya.
Lebih lanjut, Sigit Reliantoro menekankan bahwa kondisi buruknya kualitas udara tidak terjadi setiap hari. Oleh karena itu, kebijakan WFH dapat diimplementasikan dengan lebih fleksibel, hanya pada saat-saat di mana fenomena buruknya kualitas udara benar-benar terjadi.
Penerapan kebijakan WFH ini, sebagaimana disampaikan oleh Sigit Reliantoro, diharapkan dapat membantu mengurangi eksposur masyarakat terhadap polutan udara dan mengurangi dampak negatifnya terhadap kesehatan.
Namun, dia juga menegaskan bahwa keputusan akhir terkait penerapan WFH tetap berada di tangan masing-masing manajemen perusahaan. Sigit Reliantoro berharap bahwa dengan adanya kebijakan ini, kerja sama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dapat menghasilkan lingkungan yang lebih sehat dan produktif bagi seluruh warga Jakarta.