Bogor Times-Kontroversi melanda organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tasikmalaya setelah pemberhentian Ketua MUI Tasikmalaya, KH Ate Mushodiq Bahrun, menuai beragam pandangan dan adanya dugaan aksi kudeta. Insiden ini bermula dari kehadiran KH Ate Mushodiq Bahrun dalam acara ulang tahun Panji Gumilang yang memicu perbincangan hangat di kalangan pengurus MUI.
KH Ate Mushodiq Bahrun,telah dipecat dari jabatannya melalui surat keputusan yang tersebar melalui grup WhatsApp dengan format PDF dari MUI Jabar, menyuarakan pandangan yang berbeda mengenai pemberhentiannya.
Ia menegaskan bahwa pemberhentiannya tidak dilakukan secara langsung dan dianggap tindakan tersebut sebagai aksi kudeta yang merugikan dirinya.
"Karena sudah hadir ke acara Panji Gumilang, saya dipecat. Namun, menurut saya, saya ini di-kudeta,"tambah KH Ate Mushodiq Bahrun kepada wartawan Jumat,11 Agustus 2023.
"Saya juga mempertanyakan dasar hukum dan legitimasi dari tindakan pemberhentian ini. Karena undangan untuk pertemuan pengurus MUI Kota Tasikmalaya seharusnya datang dari Ketua MUI, bukan dari kelompok atau individu lain,"sebut dia.
Pemberhentian KH Ate Mushodiq Bahrun oleh MUI Jawa Barat telah memicu polemik di kalangan pengurus dan masyarakat. KH Ate secara tegas mempertanyakan dasar hukum dan legitimasi dari tindakan pemberhentiannya, khususnya mengenai tuntutan kelompok pengurus MUI Kota Tasikmalaya yang meminta dirinya untuk mundur.
Ketua MUI Jawa Barat pun merespons pernyataan KH Ate Mushodiq Bahrun dengan menegaskan bahwa pemberhentiannya telah dilakukan sesuai prosedur dan mekanisme internal organisasi.
Dalam mengklarifikasi isu ini, Ketua MUI Jawa Barat menegaskan bahwa langkah pemberhentian KH Ate telah melalui tahapan yang sesuai dengan aturan internal MUI. "Respons ini mencerminkan komitmen organisasi dalam menjalankan tata kelola yang baik dan menjaga integritasnya,"kata Ketua MUI Jawa Barat.
Sikap teguh Ketua MUI Jawa Barat ini juga menggarisbawahi pentingnya keterbukaan, transparansi, dan kedisiplinan dalam mengikuti aturan organisasi.
Isu ini tak hanya memperlihatkan dinamika internal organisasi, tetapi juga memberikan gambaran kepada publik mengenai pentingnya menghormati aturan dan prosedur yang telah ditetapkan.
Di tengah perdebatan ini, masyarakat diharapkan mendapatkan kejelasan mengenai proses pengambilan keputusan dalam organisasi keagamaan. Respons tegas Ketua MUI Jawa Barat juga dapat memberikan pelajaran tentang pentingnya menghormati prinsip-prinsip organisasi dan menjaga harmoni dalam lingkungan keagamaan.
Namun, pandangan berbeda dari pihak yang terlibat dalam kontroversi ini mencerminkan dinamika kompleks dalam menjaga harmoni dan konsensus di dalam organisasi keagamaan.
Kejadian ini menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh organisasi-organisasi keagamaan dalam menjaga keselarasan dan menjembatani perbedaan pandangan di tengah tuntutan dan ekspektasi masyarakat. Kontroversi ini juga menjadi pengingat akan pentingnya transparansi, komunikasi, dan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan keputusan di dalam organisasi keagamaan.