Bogor Times-Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan khamar adalah minuman yang memabukkan. Putusan ini diambil berdasarkan hadis riwayat Bukhari yang menyatakan, "Kullu syarabin askara fahuwa khamrun yang berarti "Setiap minuman yang memabukkan adalah khamar.
Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al-Aiyubi, mengatakan bahwa hadis ini mengacu pada efek memabukkan yang dihasilkan oleh suatu minuman. Oleh karena itu, keharaman khamar bukan hanya disebabkan oleh efek memabukkan saja, tetapi juga terkait dengan zat yang menyebabkan efek tersebut.
Putusan MUI ini menjadi landasan penting dalam perdebatan seputar pengertian khamar dan implikasinya dalam hukum Islam. Dalam kaitannya dengan kasus kontroversial produk anggur beralkohol Nabidz, yang sempat mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH, debat seputar pengertian khamar dan implikasinya dalam hukum Islam semakin berkembang.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam masyarakat, pandangan MUI tetap menjadi acuan dalam menentukan kehalalan atau keharaman produk-produk tersebut dalam kerangka hukum Islam.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam masyarakat, pandangan MUI tetap menjadi acuan dalam menentukan kehalalan atau keharaman produk-produk tersebut dalam kerangka hukum Islam.
"Pandangan MUI ini menimbulkan pertanyaan dan perdebatan dalam konteks produk anggur beralkohol seperti Nabidz. Meskipun ada argumen bahwa kandungan alkohol dalam produk tersebut mungkin rendah, pandangan MUI tetap menekankan pada karakteristik "memabukkan" yang dihasilkan oleh minuman, tanpa memandang tingkat kandungan alkohol,"ujar Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal KH Sholahuddin Al-Aiyubi pada Minggu,20 Agustus 2023.
Pentingnya kata "minuman" dalam hadis ini menjadi pijakan dalam menafsirkan hukum Islam terkait minuman beralkohol. Bagi MUI, apapun jenis minuman yang memiliki efek memabukkan, termasuk yang mengandung kandungan alkohol rendah, akan tetap dianggap sebagai khamar dan diharamkan dalam Islam.Mazhab Hanbali, Maliki, dan Syafi'i menyatakan bahwa khamar adalah haram, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa khamar haram dalam jumlah banyak, tetapi boleh dalam jumlah sedikit.
Ketentuan haramnya khamar berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya ada dosa besar dan manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." (QS. Al-Baqarah: 219),"jelas Ketua MUI.
.Salah satu mazhab yang paling terkenal adalah mazhab Imam Abu Hanifah. Mazhab ini berpendapat bahwa khamar adalah minuman yang terbuat dari perasan anggur. Namun, mazhab ini juga berpendapat bahwa minuman yang tidak memabukkan tidak diharamkan.
Mazhab lain yang terkenal adalah mazhab jumhur. Mazhab ini berpendapat bahwa khamar adalah setiap minuman yang memabukkan, terlepas dari bahan dasarnya. Mazhab jumhur adalah mazhab yang paling banyak dianut oleh umat Islam di dunia.
"Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga berpendapat bahwa khamar adalah setiap minuman yang memabukkan. MUI beralasan bahwa khamar dapat menyebabkan berbagai masalah bagi umat Islam, seperti kerusakan kesehatan, kerusakan moral, dan kerusakan sosial,"tambah KH Sholahuddin Al-Aiyubi dalam pesannya.
Perdebatan tentang khamar masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, pandangan mayoritas ulama dan MUI adalah bahwa khamar adalah haram dan tidak boleh dikonsumsi oleh umat Islam.
"Yang perlu dipahami bahwa khamar itu diharamkan karena zatnya, bukan karena akibatnya. Bukan karena memabukkannya saja," tegas KH Sholahuddin.
MUI mengambil rujukan dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menyebutkan bahwa "Setiap minuman yang memabukkan adalah khamar. Pandangan ini kemudian menjadi dasar bagi MUI untuk mendefinisikan apa yang dianggap sebagai khamar, dengan penekanan pada efek memabukkan yang dimiliki oleh minuman tersebut.