Bogor Times- Menteri Agraria dan Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) diminta untuk segera memberantas mafia tanah di wilayah Kabupaten Bogor. AHY diminta untuk segera turun tangan menangani sengketa lahan antara para veteran dengan grup Sentul City.
Kasus ini terjadi terhadap lahan seluas 18,5 hektare yang merupakan kavling Primer Koperasi Veteran Republik Indonesia (Primkoveri) di Desa Kebon Kopi, Pengasinan, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.
“Pemerintah melalui Menteri ATR/BPN harus turun tangan. Ini tidak bisa dibiarkan. Menteri harus berani memberantas mafia tanah yang membuat tanah milik kami diserobot pihak yang punya uang,” kata Hj. Soefiatun (72), salah seorang anggota Primkoveri.
Baca Juga: Akhirnya, LKPj Bupati Bogor tahun 2023 Diterima DPRD Kabupaten Bogor
Hj. Soefiatun menjelaskan, pada tahun 1995 dirinya bersama sejumlah veteran membeli lahan tersebut dengan cara cicilan sebesar Rp200 ribu per bulan dengan total harga Rp6 juta per kavling dengan luas kavling 500 meter persegi.
“Kami tergabung dalam naungan Paguyuban Pemilik Kavling Primkoveri sejak tahun1995. Sebagai pemilik sah, kami menguasai secara fisik lahan tersebut yang sudah dikavling dan dipatok cukup rapi. Kami juga membayar ganti rugi atau kompensasi garapan kepada masyarakat setempat untuk diolah tanahnya sebagai lahan kebun dan tanaman keras, seperti jati, sengon, tanaman lainnya. Bahkan sebagian dari kami sudah mendirikan bangunan semi permanen untuk penghasilan menambal kebutuhan sehari-hari, seperti warung sembako, kios isi ulang kuota pulsa maupun air mineral. Kami juga rutin membayar pajak bumi dan bangunan,” paparnya.
Anggota Primkoveri kaget karena tiba-tiba pada tanggal 10 Maret 2024 PT Sentul City Tbk melalui anak perusahaan, PT Natura City Development Tbk melakukan penataan tanah menggunakan alat berat.
Baca Juga: Kolaborasi Sinergi Foundation dan Odelia Hijab: Dimulai Pesantren Virtual, Diakhiri Santuni Dhuafa
“Semua patok yang kami pasang dihancurkan. Pohon-pohon ditebang. Seakan-akan mereka adalah pemilik sah lahan tersebut. Rasanya sakit hati melihat kavling yang bakal kami gunakan untuk berkumpul dengan anak cucu itu dirampas seketika seperti penjajah,” tuturnya getir.
Kisruh sengketa lahan antara Paguyuban Pemilik Tanah Primkoveri dengan PT Royal Ostrindo, bermula dari adanya saling klaim atas kepemilikan lahan dan sudah berkali- kali masuk jalur hukum, yakni melalui persidangan di meja hijau.
“18,5 hektar tanah Primkovera dulunya adalah tanah ex PTPN yang digarap penduduk setempat yang kemudian dilepas secara sah dan dibeli oleh Primkoveri dengan transaksi resmi dan legal,” ungkap Engkong Sobari (74), penduduk asli setempat.
Baca Juga: Ratusan Bantuan Logistik dari Dinsos, Ringankankan Para Korban Banjir Bojonggede
“Oleh Primkoveri tanah itu kemudian di kavling-kavling dengan luas 500 meter/kavling dan dijual kepada Veteran, Purnawirawan TNI/Polri, masyarakat umum dan TNI/Polri aktif mulai tahun 1995,” bebernya.
“Sekitar tahun 2000-an, PT Royal Ostrindo mengklaim bahwa lahan ini adalah milik mereka. Tahun 2004 mulai berperkara di Pengadilan, dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Cibinong bahwa Primkoveri Menang mutlak dan menyatakan lahan ini adalah sah milik Primkoveri. Kemudian pihak lawan melanjutkan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang putusannya Membatalkan Keputusan PN Cibinong tapi tidak menyebut siapa pihak yang sah sebagai pemilik tanah. Lalu pihak kami melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dengan putusan Menguatkan Keputusan Pengadilan Tinggi Bandung,” terang Sobari.
“Saya ikut bersaksi bersama pemilik kavling waktu di PN Cibinong. Kami bisa menang tapi kalah waktu di Pengadilan Tinggi Bandung dan di MA. Tetapi putusannya ngambang karena tidak menyebut siapa pemilik tanah yang sebenarnya sehingga kepemilikan lahan masih stasus quo,” tegasnya.