nasional

Ketika Mudik, Shalat Jama’ Qashar di Kampung Halaman, Bolehkah?

Minggu, 31 Maret 2024 | 06:00 WIB
Ilustrasi shalat sunnah (Pixabay.com)

Bogor Times- Untuk menjawab bolehkan mengqashar sholat di kampung halaman saat mudik perlu kita memahami terlabih dahulu pengertian masing-masing dari dua istilah yang sangat berkaitan dengan jawaban pertanyaan saudara.

Yakni muqim dan mustauthin. Sebab jika ternyata kampung halaman seseorang tetap distatuskan sebagai tempat tinggal meskipun setelah pindah rumah, maka ia berstatus sebagai mustauthin. Namun jika ternyata tidak, maka ia menetap di kampung halaman hanya berstatus muqim. Lantas manakah dari dua kemungkinan tersebut yang dibenarkan secara fiqih? Untuk menjawabnya mari kita simak pengertian dari kedua istilah ini:

ضابط المقيم هو الذي نوى الإقامة في بلد أربعة أيام فأكثر غير يومي الدخول والخروج وفي نيته الرجوع لوطنه ولو بعد زمن طويل. ضابط المستوطن هو الذي لا يظعن {لا يسافر} صيفا ولا شتاء إلا لحاجة

 

Baca Juga: Gudang Peluru Meledak, Musibah Atau Rekayasa?

Baca Juga: Satu Jam Disiksa Pembantu, Anak Kandung Selebgram Lapor Polisi

Baca Juga: Waduh.. Gangster Keluyuran Tenteng Senjata Tajam Tengah Malam, Warga Ciawi Bogor Geram

Batasan seseorang disebut muqim adalah orang yang niat menetap di suatu tempat selama masa empat hari atau lebih, selain hari ketika dia sampai dan hari ketika dia pulang, serta terdapat niatan untuk kembali lagi di tempat tinggalnya, meskipun setelah jeda waktu yang lama. Batasan seseorang disebut mustauthin adalah orang yang (menetap di suatu tempat) tidak bepergian, baik di musim panas ataupun di musim dingin, kecuali ada hajat” (Syekh Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaf, at-Taqrirat as-Sadidah, hal. 324).

Berdasarkan pengertian di atas, sebenarnya mustauthin lebih menitikberatkan pada tempat tinggal saat ini daripada kampung halaman yang dahulu pernah dijadikan tempat tinggal. Sehingga ketika seseorang memutuskan untuk berpindah tempat tinggal di suatu tempat yang baru dan berencana tidak kembali tinggal di tempat yang awal, maka ia hanya dapat disebut mustauthin di tempat tinggalnya yang baru, tidak pada tempat tinggalnya yang awal. Kesmipulan ini berdasarkan referensi dari kitab Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj:

والمستوطن هنا من ( لا يظعن شتاء ولا صيفا إلا لحاجة ) كتجارة وزيارة فلا تنعقد بغير المتوطن كمن أقام على عزم عوده إلى وطنه بعد مدة ولو طويلة كالمتفقهة والتجار. وأفهم قوله على عزم عوده أن من عزم على عدم العود انعقدت منه لأنها صارت وطنه

Baca Juga: Harga Beras Turun Pasca Banjir, Petani Pati Menjerit

Baca Juga: Puluhan Veteran Siap Galang Aksi Solideritas, Desak Pemerintah Tegas, Veteran: Pemerintah melalui Menteri ATR/BPN harus turun tangan

Baca Juga: Gaspool, Jaro Ade Siapkan Tim Sukses

Baca Juga: Aksi Barbar Pria Tak Dikenal di Gunung Sindur, Telan Satu Korban

“Yang dimaksud Mustauthin pada bab ini (Shalat Jum’at) adalah orang yang tidak bepergian baik pada musim dingin ataupun musim panas kecuali karena suatu hajat. Seperti berdagang dan ziarah. Maka orang yang tidak menetap permanen tidak dapat mengesahkan shalat jum’at, seperti orang yang menetap di suatu tempat dengan rencana akan kembali ke tempat tinggalnya setelah jeda waktu, meskipun jeda waktu yang lama. Seperti orang yang menuntut ilmu dan pedagang.

Halaman:

Tags

Terkini

Wajib Tau, Penyebab Kemiskinan Pendapat Ulama

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:18 WIB