Bogor Times-Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia telah mengubah putusan hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.Putusan MA ini mengubah hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Mengomentari putusan itu,Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan dampak dan implikasi dari vonis tersebut. Ia menyatakan bahwa dengan hukuman pidana penjara seumur hidup, Ferdy Sambo tidak akan memiliki akses pada remisi berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa remisi merupakan bentuk pengurangan masa hukuman yang bisa diberikan kepada narapidana berdasarkan aturan yang berlaku. Namun, dalam kasus hukuman pidana penjara seumur hidup, remisi tidak akan berlaku.
"Memang, seumur hidup itu tidak ada remisi. Remisi kan bergantung pada persentase. Persentase selalu bergantung pada angka. Jadi yang tidak akan ada remisi itu hukuman mati, seumur hidup," ujar Mahfud pada Rabu, 9 Agustus 2023.
Menko Polhukam juga menjelaskan bahwa dalam hukuman pidana seumur hidup, narapidana tidak akan mendapatkan remisi dengan persentase tertentu seperti halnya dalam hukuman pidana lainnya. Namun, Mahfud mengingatkan bahwa masih ada kemungkinan untuk mendapatkan grasi, yaitu pengampunan dari presiden.
"Itu hanya bisa ada grasi. Grasi dari presiden. Hanya itu yang mungkin,"katanya.
Namun, Menko Polhukam juga menegaskan bahwa untuk mengajukan grasi, narapidana harus mengakui kesalahan yang telah dilakukan. Pengakuan kesalahan ini menjadi syarat penting dalam proses pengajuan grasi kepada presiden.
"Tapi kalau grasi itu diminta, orang harus mengakui kesalahannya bahwa saya dihukum ini benar, saya salah. Hukumannya sudah benar tapi saya minta grasi', grasi namanya. Kalau mengaku saya tidak salah mau minta grasi, enggak bisa grasi. Kalau sudah (ngaku) tidak salah kok minta grasi. Ya udah dihukum,"ujar Mahfud MD dalam penjelasannya.
Putusan MA yang mengubah hukuman mati menjadi pidana penjara seumur hidup bagi Ferdy Sambo telah menimbulkan berbagai pertanyaan tentang dampak hukuman tersebut dan proses hukum lebih lanjut. Meski demikian, Menko Polhukam Mahfud MD menekankan bahwa putusan tersebut sudah final dan menggambarkan komitmen negara terhadap prinsip negara hukum dalam sistem peradilan di Indonesia.
Menko Polhukam Mahfud MD juga menekankan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) adalah final dan mengikat. Ia menjelaskan bahwa putusan kasasi MA merupakan titik akhir dari proses hukum dalam kasus tersebut.
"Negara ini adalah negara hukum. Keputusan Mahkamah Agung sudah diambil. Jika saja negara diizinkan untuk melakukan upaya hukum lebih lanjut, kami pasti akan melakukannya. Tetapi dalam sistem hukum kita, jika hukum pidana mencapai tahap kasasi, jaksa atau pemerintah tidak memiliki wewenang untuk mengajukan Peninjauan Kembali," tegas Mahfud.
Menurut Mahfud, keputusan MA yang telah diambil dalam proses peradilan tersebut harus dihormati dan diterima sebagai bagian dari sistem hukum yang berlaku di negara ini. Ia menyatakan bahwa meskipun terdapat perasaan berbeda-beda mengenai putusan tersebut, penting untuk tetap menghormati integritas dan independensi lembaga peradilan.
"Perubahan hukuman dari mati menjadi seumur hidup telah melalui proses hukum yang telah ditetapkan oleh peraturan dan aturan yang berlaku. Putusan tersebut telah melalui pertimbangan dan analisis dari majelis hakim di MA, serta merujuk pada berbagai pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait hukuman pidana penjara seumur hidup,"jelasnya.
Meskipun remisi tidak berlaku untuk hukuman pidana penjara seumur hidup, Mahfud MD menekankan bahwa terdapat opsi grasi yang masih dapat dimohonkan oleh narapidana. Grasi, yang merupakan kewenangan presiden, bisa menjadi alternatif bagi narapidana untuk mendapatkan pengampunan dari hukuman pidana yang dijatuhkan. Namun, Mahfud menegaskan bahwa pengajuan grasi memerlukan pengakuan kesalahan dan proses yang berlaku.
Dalam kesimpulannya, Mahkamah Agung telah mengambil keputusan final dan mengubah hukuman mati menjadi pidana penjara seumur hidup bagi Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Putusan ini memunculkan diskusi mengenai implikasi dan dampak hukuman tersebut, sementara pemerintah tetap menegaskan komitmen terhadap prinsip negara hukum dan integritas lembaga peradilan.