Bogor Times - Saat ini kita tahu bahwa Monumen Lubang Buaya di Jakarta, namun penanda peristiwa Gerakan 30 September 1956 ini ada juga selain di jakarta, tepatnya di di Desa Cemetuk, Kecamatan Cluring, Banyuwangi.
Seperti halnya Monumen Lubang Buaya Jakarta di Banyuwangi juga terdapat patung pancasila dan relief persitiwa di bagian bawahnya, di belakang patung juga terdapat lubang tempat pembuangan mayat yang di bantai PKI.
Lubang Buaya Banyuwangi terdapat 3 lubang, sebanyak 62 Gerakan Pemuda Ansor di bunuh secara sadis oleh PKI lalu jasadnya di buang di lubang tersebut.
Di analisir dari JemberNetwork, Sekretaris MWC NU Kecamatan Cluring, Iskandar, menuturkan kisah kebiadaban PKI saat itu bermula saat GP Ansor Muncar hendak pergi ke kecamatan Kalibaru, namun tiba di Desa Yoso Mulyo Kecamatan Gambiran, Kader Fatayat menghadang rombongan ternyata itu Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat NU. Kamis (30/09/21).
Baca Juga: September Kelabu Gusdurian Menghiasi Dinding Pesantren Ciganjur dengan Mural
"Jadi saat tiba di Karangasem, sekarang namanya Yosomulyo, rombongan pemuda Ansor ini dicegat oleh Gerwani yang menyamar sebagai fatayat. Mereka berpura-pura mempersilahkan rombongan pemuda Ansor untuk istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan," ucap Iskandar.
Disela - sela Istirahat Kader GP Ansor disuguhi makanan dan minuman oleh Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat, namun suguhan tersebut sudah di taburi racun terlebih dahulu, dan jebakan yang di rencanakan oleh PKI.
Tanpa Curiga Rombongan GP Ansor langsung menyantap suguhan tersebut, tidak berselah lama efek racun mulai bereaksi, kepala pusing dan perut mual yang di rasakan rombongan GP Ansor.
Baca Juga: Ikut Andil Dalam Penumpasan PKI, Banyak Warga NU juga yang di Jebloskan Ke Penjara Paska G 30 S PKI
"Ketika menyantap makanan lalu efek nya mulai terasa pada saat itu pula para rombongan GP Ansor di bantai oleh PKI," Ujar Iskandar.
Tidak sampai disitu kekejian PKI, setelah melakukan pembantaian, 62 jenazah Pemuda Ansor tersebut di buang ke tiga lubang Buaya Banyuwangi.
"Dalam tiga lubang satu lubang nya ada yang berisi 42 jenazah, sementara yang dua lubang lainya berisi masing - masing 10 jenazah.Baru 3 hari kemudian, jenazah para pemuda Ansor tersebut diangkat dari dalam lubang oleh aparat militer," imbuh Iskandar
Selanjutnya Iskandar berharap, peristiwa berdarah tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi bangsa Indonesia. Segala dinamika perpolitikan, tidak boleh diselesaikan dengan kontak fisik yang bisa menimbulkan pertumpahan darah sesama anak bangsa.
Terlepas dari siapa yang benar dan salah, menurut Iskandar, tragedi tersebut merupakan sejarah kelam yang mengakibatkan banyak anak bangsa yang kehilangan nyawanya.