Bogor Times -Era pandemi melahirkan pergeseran beberapa sektor sosial hingga ekonomi. Gejala yang terlihat diantarana terjadi proses marginalisasi desa.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pembina Bina Swadaya Bambang Ismawan. Bambang mengatakan, saat ini terjadi proses marginalisasi desa.
Hasil investigasi yang dilakukan oleh Bambang, terdapat rincian kondisi tersebut. Terlihat dari perubahan setidaknya lima hal yaitu: 1. Banyak generasi muda dan meninggalkan desa dan brain drain yang terjadi.
Baca Juga: Penahanan Habib Bahar Dipandang Aneh oleh Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun
2. Sifat gotong royong semakin melemah, 3. Lahan pertanian menjadi terkeping-keping, 4. Rantai pasok yang panjang dan tidak adil 5.
kerusakan lingkungan “Desa yang termarginalisasi ini, ingin diubah melalui Gerakan Revitalisasi Desa menjadi desa yang mandiri dan maju melalui kelembagaan milik warga desa dan milik pemerintah. Agar, mengarah ke kehidupan yang cerdas dan sehat, mampu berswadaya, mampu mengembangkan kesejahteraannya, rukun dan sensitif gender, serta mampu menangkal berbagai masalah terkait kerusakan lingkungan,” kata Bambang Ismawan pada Selasa, 4 Januari 2022.
Untuk merevitalisasi desa sekaligus menyelesaikan masalah kemiskinan di perdesaan, Bambang mengemukakan, perlu ada kearifan yang menjadi pegangan. Pertama, keyakinan adalah akar dari pohon besar NKRI, kemudian pembangunan yang dilakukan adalah menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Baca Juga: Alat Bukti Memadai, Habib Bahar Dijerat Pasal Berlapis
Disinggung jumlah dana untuk mendorong kemajuan desa, Bambang memperkirakan, jika disepakati, semua kabupaten memiliki satu sistem yang memungkinkan meningkatkan keberdayaan dengan kekuatan sendiri, maka sekira 2 persen dari alokasi dana desa yang dibutuhkan untuk membangun.
Untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem, di Jawa Barat misalnya, pemerintah harus membangun infrastruktur nonfisik dan semangat memiliki satu sistem untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat.
Selain itu, pemerintah harus memercayai bahwa masyarakat miskin mampu mengatasi masalahnya, tetapi dibarengi pendampingan yang tepat.
Baca Juga: Kembali, Gunung Ili Lewotolok Meletus, Magma Indonesia Imbau Masyarakat
Demikian benang merah webinar bertajuk Strategi Pemulihan Ekonomi dan Penanganan Kemiskinan Ekstrem di Jabar 2022 yang digelar akhir pekan lalu. Ketua Badan Pusat Statistik Jawa Barat Dyah Anugrah mengatakan, terdapat 1,8 penduduk miskin ekstrem di Jawa Barat.
Angka tersebut meningkat signifikan dibandingkan sebelum pandemi Covid-19, yakni 1,35 juta pada Maret 2019. Karakteristiknya, dari jumlah tersebut, 99,87 persen merupakan perempuan, kemudian sebagian besar atau 86 persen pendidikannya merupakan lulusan SMP sehingga tidak memiliki keahlian.
Dari sisi usia, 48,51 persen penduduk miskin ekstrem Jawa Barat berusia di bawah 24 tahun serta 50 persen penduduk miskin ekstrem yang usianya 15 tahun ke atas tidak bekerja.***