Bogor Times- Boleh jadi, tidak ada jurnalis lain dalam sejarah Amerika yang bisa mengungguli Seymour Hersh, dalam hal intensitas membongkar pelanggaran pemerintah atau memicu kontroversi dengan mengungkap rahasia pemerintah.
Itulah sepenggal kalimat yang membuka tulisan Alex Sobur, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fikom Unisba dan Anggota Dewan Pakar Aspikom Jabar.
Tulisan itu dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi Rabu 9 Februari 2022. Berikut ini lanjutannya. Kepada pembaca yang bijak lagi bestari, selamat membaca.
Aksi pertama Hersh terjadi pada 1969. jurnalis investigasi penerima penghargaan Pulitzer untuk reportase internasional itu mengungkap rahasia kelam yang ditutup rapat-rapat oleh pemerintah Amerika. Rahasia kelam itu dianggap sebagai aib paling memalukan dalam sejarah Amerika Serikat.
Saat itu, Hersh menemukan militer Amerika menutupi tuduhan pembantaian terhadap sekira 500 warga sipil Desa My Lai, di kawasan Son Tinj, Vietnam Selatan.
Menurut pengakuan Hersh, sebagaimana disitir Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam karya mereka, Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overload (2010), ketika ia pertama bertugas, prinsip jurnalisme yang selalu ia pegang teguh, ”Jangan menulis sesuatu yang tak kau ketahui betul.”
Baca Juga: Mayat Tanpa Identitas Gegerkan Warga Kradenan, Cibinong
Oleh karena itu, dalam menjalankan profesinya sebagai jurnalis, Hersh kerap mengedepankan detail, sesuatu yang baginya setara dengan kehormatan, dan mengubahnya menjadi metode yang melibatkan rantai liputan sistematis.
Ia mengingatkan kepada para jurnalis muda, ”Pelajari semua yang bisa Anda peroleh dari orang-orang di bawah atau di sekitar cerita. Lalu kembali, dan periksa apa yang telah Anda dapat sebelum melanjutkan. Kem-balilah pada sumber lebih awal guna memeriksa apa yang mereka katakan terhadap apa yang telah Anda pelajari dari wawancara serta dokumen selanjutnya.”
Seorang editor dari sebuah koran lokal di Amerika Serikat menulis, ”Kami, wartawan adalah orang biasa, karena itu kami wartawan, juga kerdil, juga diinggapi berbagai kelemahan anak manusia. Tetapi, sekali pun kita, wartawan, sendiri dan sebagai pribadi kerdil, sebagai lembaga surat kabar, kita haruslah mulia, noble of heart dan noble of mind, luhur budi dan hatinya.”
Baca Juga: Tim Samber Pungli Polda Jawa Barat Panggil TKSK Parung
Kata-kata yang dikutip Jakob Oetama sebagai sambutan untuk buku Threes Nio; Laporan dari Lapangan (1995) itu seolah hendak menegaskan, wartawan masing-masing bisa kerdil, tetapi janganlah kelemahan itu dibawa ke surat kabar sebagai lembaga.
Sebagai lembaga, surat kabar hanya memperoleh kepercayaan dan wibawa. Karena itu bisa berperanan, jika surat kabar itu noble, noble of heart, noble of mind, luhur budi dan hatinya.
Kepekaan