Bogor Times -Serasa berada di tiga negara, Indonesia, Arab dan Engglis. Dengan fasih, tiga siswa SMA Islam Al Mukhlishin dijelaskan kreteria pemimpin dalam Islam dengan tiga bahasa dalam acara Isra Miraj Nabi Muhammad pada Kamis 17 Maret 2022.
Dalam ceramahnya, ketiga siswa menjelaskan konsep Islam yang menerapkan standar yang tinggi (idealis) dalam konsep kepemimpinan (imamah).
Seperti dalam kasus shalat berjamaah, Kriteria dasar menjadi seorang imam shalat adalah seorang laki-laki, baligh, qari' (ahli baca Al-Qur'an), banyak hafalannya, fasih, bersuara merdu, wira'i, zuhud yang paling alim di antara kaumnya, dan yang paling dulu masuk Islam.
Syarat ini merupakan hasil pengembangan dari syarat dasar menjadi imam shalat, yaitu baligh, qari', banyak hafalannya, fasih dalam membaca Al-Qur'an, dan tentunya beragama Islam.
Baca Juga: Lingkaran Setan Tradisi Pramuka SMAN 1 'Tumbalkan' Tiga Peserta, Tiga Siswa Dilarikan ke Rumah Sakit
Adanya pengembangan tentang kriteria imam shalat ini menggunakan bahwa dalam Islam, aturan syariat yang berlaku atas suatu kaum adalah mempertimbangkan konteks zaman di mana ia berada. Tidak bisa maksimalkan, maka kriteria minimal tidak ditinggalkan.
Di dalam syariat kita juga temukan beberapa rukhshah dalam praktik peribadatan individu per individu. Misalnya, orang yang tidak bisa shalat sambil berdiri, maka disyariatkan ia shalat sambil duduk.
Jika tidak mampu duduk, maka ia bisa melaksanakan shalat sambil tidur miring. Tidak bisa shalat sambil tidur miring, maka ia bisa shalat dengan tidur telentang, demikian seterusnya sampai kemudian bi al-ima', yaitu shalat dengan mata. Berbagai model praktik peribadatan yang mengkaji kajian fikih islam ini menandakan bahwa agama itu memudahkan dan bukan memberatkan.
Baca Juga: Diduga Siswa SMA, Vidio Pemandu Lagu Berseragam Viral
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, "Allah tidak merasakan seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia (pahala) dari (kebajikan) yang mengerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami , janganlah engkau segala hukum kami jika kami lupa atau melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah engkau bebani kami dengan beban yang berat bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan jangan pikulkan kepada kami apa yang tidak kami sediakan sesuai waktunya... Maafkanlah kami , ampunilah kami, dan rahmatilah kami Tuhanlah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir” (QS Al-Baqarah [2] : 286).
Melalui pemahaman terhadap ayat ini, selanjutnya banyak dikembangkan berbagai hasil ijtihad mengenai hukum yang disesuaikan dengan konteks dan situasi zaman. Hukum ini kemudian dikenal dengan istilah hukum wadl'i.
Dalam praktiknya, ada pengembangan hukum terkait orang yang shalat tidak bisa berdiri dan melakukan gerakan shalat dengan sempurna, dalam hal ini berlaku ketetapan syariat, bahwa shalat sambil berdiri dan berpegangan pada tiang adalah lebih baik daripada shalat langsung sambil duduk.
Baca Juga: Indocement Kembali Kucurkan Beasiswa untuk Hore Siswa dan Mahasiswa
Hal ini berdasarkan pertimbangan dalil, bahwa berdiri adalah lebih mendekati kesempurnaan shalat dibandingkan langsung duduk. Bahkan di dalam kitab Kifayatul Akhyar, Syekh Taqiyuddin al-Hushny menambahkan bahwa menggaji orang untuk membantunya shalat sambil berdiri adalah lebih utama daripada shalat sambil duduk.
Konteks ini berlaku bagi orang yang memiliki derajat materi/kekayaan yang dapat digunakan untuk menggaji. Namun, pendapat ini tidak berlaku untuk orang yang tidak bisa menggaji.