Bogor Times - Bagi sebagian masyarakat, epilepsi dianggap sebagai penyakit yang menular. Namun sebenarnya, epilepsi merupakan penyakit gangguan saraf otak, dan tidak bisa menular. Stigma masyarakat tersebut sering membuat masyarakat enggan untuk berinteraksi, bahkan enggan membantu ketika penderita tengah mengalami kejang.
Stigma tersebut mengakibatkan penderita epilepsi kualitas hidupnya tidak membaik, bahkan ada yang sampai melakukan penolakan (tidak menerima jika dirinya terkena penyakit tersebut).
Hal tersebut oleh dr Heri Munajib pada Talkshow Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU) Epilepsi, Stigma, dan Puasa Ramadhan diakses NU Online, Senin (18/4/2022).
"Penyakit epilepsi sampai sekarang penderitanya masih banyak, cuman banyak sekali pasien-pasien itu hidupnya tidak akan membaik. Mengapa? Karena banyak sekali stigma yang jelek yang diderita pasien-pasien epilepsi," katanya.
Heri Munajib mengungkapkan, bahwa 50 juta penderita epilepsi 80 persen diantaranya hidup di negara berkembang, lalu menimbulkan stigma negatif dan menyebabkan penurunan kualitas hidup. Stigma tersebut disebabkan oleh pengetahuan masyarakat tentang epilepsi masih minim, dan tidak lepas dari faktor budaya juga mempengaruhi.
Jadi stigma sebenarnya sudah sejak dulu, sejak zaman Hipocrates itu orang yang kejang dibilang bahwa ia terkena kutukan, 4000 SM Hipocrates menulis bahwa dia membantah bahwa penyebab epilepsi itu kutukan. Tapi merupakan gangguan di otak, waktu itu masih belum ada teknologi untuk diagnosis epilepsi," jelasnya.
Lebih lanjut pria yang merupakan Pengurus LK PBNU tersebut mengatakan bahwa penyebab epilepsi itu sendiri banyak, antara lain satu kelainan struktural di otak, kemudian kelainan genetik, kelainan bawaan, dan yang paling banyak juga diketahui.
"Dari dulu sampai sekarang bahkan sampai ada hari epilepsi sedunia kita selalu mengkampanyekan bahwa orang epilepsi itu seperti orang normal, jika tidak terkena serangan," tambahnya.
Selain stigma masyarakat sebagai penyakit menular, stigma lainnya adalah bahwa penderita epilepsi adalah orang dengan tingkat kecerdasan rendah. Menurutnya hal itu tidak benar, karena banyak penderita epilepsi yang jadi orang besar dan pintar. Seperti misalnya Julius Caesar, Napoleon Bonaparte, Isaac Newton, Alfred Nobel, Van Gogh, Joan of Arc, Danny Glover, Melanie Griffith, Cameron Boyce, dan lain sebagainya.
"Jadi kalau orang bilang penderita epilepsi bisa berprestasi, banyak penderita epilepsi yang jadi orang besar dan pintar. Epilepsi itu bukan karena adanya gangguan kelistrikan di otak, jadi sekali lagi itu akibat gangguan kelistrikan di otak. kita bicara bahasa listrik itu tegangannya sedang tinggi," tegasnya.