nasional

Hari Raya Idul Fitri: Sejarah, Keutamaan, dan Maknanya dalam Islam Sunnatullah

Senin, 25 April 2022 | 10:20 WIB

Bogor Times-Tak terasa Bulan Ramadhan sudah di penghujung waktunya. Setelah Ramadhan pergi, umat Islam akan menutupnya dengan melaksanakan shalat hari raya Idul Fitri.

Umumnya para jamaah akan berbondong-bondong menyemarakkan salah satu anjuran (baca: sunnah) Islam yang satu ini dengan melakukan shalat sunnah berjamaah, pakaian serbabaru, dan hal-hal lain yang juga serbabaru. Pamflet dengan tulisan “taqabbalallahu minna wa minkum taqabbal ya karim” mendominasi di berbagai media.

Tidak hanya itu, ucapan saling memaafkan juga ada pada momentum mulia ini. 

Shalat sunnah yang dilakukan pada hari raya Fitri, dalam Islam dikenal sebagai penutup dan ungkapan syukur atas selesainya ibadah puasa yang dilakukan selama satu bulan penuh, sebagaimana shalat sunnah Idul Adha sebagai penutup dan ungkapan syukur atas dilaksanakannya ibadah Haji.

Hari raya Idul Fitri merupakan suatu perayaan yang dilakukan umat Islam atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum serta menjauhi dari berbagai pekerjaan yang bisa mencederai pahala puasa Ramadhan sebulan penuh.

Pada hari itu syariat Islam mengharamkan pemeluknya melakukan puasa. Sejarah Asal Usul Hari Raya Idul Fitri Sejarah hari raya Idul Fitri tidak bisa lepas dari dua peristiwa, yaitu peristiwa perang badar dan hari raya masyarakat jahiliyah.

Pertama, awal mula dilaksanakannya hari raya Idul Fitri pada tahun ke-2 Hijriah. Saat itu bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin dalam perang badar. Kemenangan itu menjadi sejarah bahwa di balik perayaan Idul Fitri ada histeria dan perjuangan para sahabat untuk meraih kemenangan dan menjayakan Islam.

Oleh karenanya, setelah kemenangan diraih umat Islam, secara tidak langsung mereka merayakan dua kemenangan, yaitu kemenangan atas dirinya yang telah berhasil berpuasa selama satu bulan, dan kemenangan dalam perang badar.    

Kedua, sebelum Islam datang, kaum Arab jahiliyah mempunyai dua hari raya yang dirayakan dengan sangat meriah.

Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa asal-usul disyariatkannya hari raya ini tidak lepas dari tradisi orang jahiliyah yang mempunyai kebiasaan khusus untuk bermain dalam dua hari, yang kemudian dua hari itu oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diganti menjadi hari yang lebih baik, dan perayaan yang lebih baik pula, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

Artinya, “Dari Anas bin Malik, Rasulullah ﷺ bersabda, kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain, ketika Nabi Muhammad ﷺ datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha” (HR Abu Dawud & an-Nasa’i)

Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Risalah fil Aqaid menjelaskan bahwa dua hari yang setiap tahunnya digunakan untuk pesta pora oleh kaum jahiliyah itu disebut dengan hari Nairuz dan Marjaan. Dalam setiap tahunnya, dua hari ini digunakan untuk pesta pora, dan di isi dengan mabuk-mabukan dan menari. Dikatakan, bahwa Nairuz dan Marjaan merupakan hari raya orang Persia kuno. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah ﷺ mengganti Nairuz dan Marjaan dengan hari Idul Fitri dan Idul Adha. Tujuannya, agar umat Islam mempunyai tradisi yang lebih baik dan sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah subhanahu wata'ala.” (Lihat, Risalah fil Aqaid, juz 3, h. 68) Begitupun Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, as-Sunanul Kubra, menampilkan bunyi haditsnya secara jelas. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : مَنْ بَنَى فِى بِلاَدِ الأَعَاجِمِ فَصَنَعَ نَوْرُوزَهُمْ وَمِهْرَجَانَهُمْ وَتَشَبَّهَ بِهِمْ حَتَّى يَمُوتَ وَهُوَ كَذَلِكَ حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ Artinya, “Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah ﷺ bersabda: barang siapa membangun negeri kaum ajam (selain arab), kemudian meramaikan hari-hari nairuz dan mihrajan mereka, serta meniru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat.” (Imam al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, juz 9, h. 234)

Keutamaan Hari Raya Idul Fitri Hari raya Idul Fitri tidak hanya sebuah momentum atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum serta menjauhi dari berbagai pekerjaan yang bisa mencederai pahala puasa. Lebih dari itu, hari raya Idul Fitri merupakan suatu hari yang harus dibanggakan, karena pada hari tersebut Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah shalat hari raya Idul Fitri. Rasulullah ﷺ bersabda:

Halaman:

Terkini

Wajib Tau, Penyebab Kemiskinan Pendapat Ulama

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:18 WIB