nasional

Membahas Kembali Hukum

Minggu, 12 Juni 2022 | 01:16 WIB
(Bogor Times)

Oleh : Rajab Ahirullah

"Anda tidak harus kehilangan kepercayaan pada kemanusiaan. Kemanusiaan adalah lautan, jika beberapa tetes laut kotor, lautan tidak menjadi kotor." (Mahatma Gandhi).


Perbincangan Hukum pada akhir-akhir ini terasa seperti sayur tanpa garam, atau terkesan sangat stagnan, mungkin karena beberapa masayarakat memanggap bahwa hukum tersebut hanya berisi tenatang akibat atas tindakan salah dan benar.

Dengan banyaknya masayarakat yang salaing melapor karena beberapa tindakan yang sebenarnya permasalahan tersebut dapat dilakuakan dengan cara musyawarah, dialog, dan melalui metode non litigasi, cara-cara tersebut enggan dilakukan karena menanggap bahwa pengadilan merupakan suatau jalan yang sanagat tepat sebagai ajang untuk unjuk gigi akan pengaruhnya.


kehangatan dan keharmponisan tidak lagi menjadi hal yang utama dalam masyarakat modrn saat ini yang cendrung menginginkan sesuatu secara instan. Hal inilah yang menjadikan eajah hukum menjadi amat mengerikan.


Padahal jika di telisik lebih jauh, hukum hadir bukan secara tiba-tiba, namun ada proses pnjang yang harus dilewati, ada perdebatan, ada landasan sosiologis, filosofis, dan intrepertasi futuristis, barulah diberlakukan dalam fase yuridis.

Sehingga dalam proses tersebut masayarakat mengambil peran dalam proses terciptanya hukum.


Seperti kata prof Satjipto raharjo “ tidak ada tatanan sosial, termasuk didalamnya tatanan hukum, yang tidak bertolak belakang dengan dari kearifan pandangan tentang manusia dan masayarakat” artinya besar dan pentingnya kepentingan terciptanya suatu hukum, tidak boleh jauh atau bahkan sengaja di jauhkan dari masyarakat.


Kondisi seperti ini harus diperhatikan secara serius dan harus segera di tangani, memngingat hal tersebut merupakan suatu hal yang menyangkut dengan kepercayaan dan kepatuhan masayarakat terhadap suatu hukum.


Sesuai dengan amat undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakayat”.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, bahwasanya negara harus melakukan check and balance dalam melakukan atau membuatu suatu keputusan (undang-undang) yang berkaitan dengan masyarakat, sekarang ini seperti yang kita ketahui bersama dalam penetapan undang-undang umnibuslaw bahwa undang-undang menuai banyak protes dari masarakat karena sudah melanggar kehidupan mereka, namun perintah tetap mesahkan undang-undang tersebut.

Kondisi ini harus diperhatikan, mengingat hal-hal tersebut menyangkut pula pada kehoramatan dan ketaatan masyarakat terahadap hukum serta kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahannya.


Sejalan dengan itu, federic bastiat “menilai bahwa masyarakat tidak akan bisa ada kecuali jika hukum, sampai batas tertentu tetap dihoramati. Cara terbaik dan paling aman untuk membuat hukum tetap dihormati adalah dengan cara menjadikan hukum itu sebagai sesuatu yang terhormat.oleh sebab itu, mana kala hukum yang sakral dan mulia teresebut bertentangan satu sama lain, masyarakat nantinya akan dihadapkan pada pilihan pahit: kehilangan cita rasa moral mereka atau kehilangan penghormatan mereka pada hukum. Dampak terhadap dua hal itu sama, dan orang akan kesulitan memilih diantara keduanya.”


Maka dari itu yang perlu di lakukan sekarang adalah bagaimana upaya untuk menggabilkan hukum sebagai sesuatu yang harus di hormati dan harus dipatuhi secara sadar oleh seluruh masyarakat. Dengan cara merenungi kembali awal mula terbentuknya hukum dan mengapa hukum mesti ada dan lahir, pembahasan tentang rekuntruksi hukum harus dibahas dengan sudut pandang yang objektif tanpa tendensius dan tanpa kepentingan apapun.***

Tags

Terkini

Wajib Tau, Penyebab Kemiskinan Pendapat Ulama

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:18 WIB