Bogor Times- Dalam agama Islam, ibadah Haji merupakan ibadah wajib yang sangat mulia.
Ibadah ini disebutkan secara khusus oleh Allah dalam Surat Ali Imran ayat 97. Artinya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam,” (Ali Imran ayat 97).
Dari dalil tersebut, ulama memahami bahwa haji adalah ibadah wajib bagi umat Islam. Namun, kewajiban haji ini berlaku bagi mereka yang mampu baik secara fisik maupun finansial.
Baca Juga: Ribuan Jamaah Haji di Jawa Barat Gagal Berangkat Tahun ini
Ulama memahami Surat Ali Imran ayat 97 sebagai dalil kewajiban haji bagi yang mampu salah satu sisinya adalah mampu secara keuangan.
Sedangkan mereka yang tidak memiliki kemampuan tidak terkena kewajiban haji.
Walaupun demikian, ibadah haji orang yang belum mampu tetap sah jika dilaksanakan dengan mengikuti tata cara manasik haji sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
Baca Juga: Cuaca Extream Musim Haji 2022, Panas Mencapai 50 derajat Celcius di Tanah Suci.
Orang yang belum mampu di sini misalnya dapat berhaji karena diberangkatkan oleh pihak lain atau meminjam uang sebesar keperluan untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji kepada pihak lain yang pelunasannya diangsur melalui potongan gaji yang bersangkutan.
Hal itu diperkuat dengan pendapat ulama seperti Ibrahim As Syarqawi dalam karyanya Hasyiyatus Syarqawi ‘alat Tuhfah.
“Orang yang tidak mampu, maka tidak wajib haji, akan tetapi jika ia melaksanakannya, maka hajinya sah,” (Lihat Ibrahim As-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi ‘alat Tuhfah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 460).
Baca Juga: Kemenag Gus Yaqut Investigasi Dapur Masak Jama'ah Haji Indonesia.
Sama halnya dengan pendapat Syekh Ramli dalam Nihayatul Muhtaj. Diterangkan olehnya, ibadah haji orang faqir dan orang yang lemah tetap sah sejauh yang bersangkutan itu merdeka dan terkena beban hukum Islam (taklif).
“Maka hukumnya mencukupi (ijza’) haji orang fakir dan setiap orang yang tidak mampu selama dalam dirinya terkumpul sifat merdeka dan mukallaf, seperti bila orang sakit memaksakan diri shalat Jum’at,” (Lihat Muhammad bin Syihabuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, [Mesir, Musthafa Al-Halabi: 1938 M], juz III, halaman 233).
Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang belum mampu, meskipun tidak wajib, boleh melakukan ikhtiar-ikhtiar dalam mengupayakan biaya penyelenggaraan ibadah haji dengan cara meminjam uang kepada pihak lain, menabung, arisan haji, atau dengan cara lainnya yang dibenarkan dalam syariat.***