Bogor Times-Sebelum berangkat haji, para jamaah haji Indonesia biasanya melakukan tasyakuran atau selamatan.
Tradisi ini sudah membumi di Nusantara ditandai dari hampir ditemukan tradisi ini di setiap daerah, meskipun dengan nama yang berbeda-beda. Secara umum mereka menyebutnya walimah safar.
Istilah ini memang jarang ditemukan dalam litaratur fikih. Tapi sebenarnya ada istilah yang hampir mirip, yaitu naqi’ah.
Baca Juga: Hukun Walimatussafar atau Tasyakuran Sebelum Berangkat Haji
Baca Juga: Inilah Sejarah Tradisi Walimatussafar atau Slametan Era Penjajahan
Hanya saja, istilah naqi’ah secara spesifik digunakan untuk menyambut kedatangan musafir, terutama yang balik dari perjalanan jauh semisal haji. Masyarakat menyambutnya dengan mengadakan walimah atau acara makan-makan.
Naqi’ah ini bisa diadakan oleh musafir itu sendiri atau masyarakat yang menyambutnya. Al-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab berpendapat
“Disunahkan melangsungkan naqi’ah, yaitu makanan yang dihidangkan karena kedatangan musafir, baik disiapkan oleh musafir itu sendiri, atau orang lain untuk menyambut kedatangan musafir.”
Baca Juga: Simak Panduan Sholat Idhul Adha Persi Kemenag
Baca Juga: MYPertamina Tidak Berlaku Bagi Kendaraan Roda Dua
Baca Juga: Ibadah Haji dan Umroh Apakah Sama? Simak Perbedaan Kedua Ibadah ini
Pendapat ini didukung oleh hadis riwayat Jabir bahwa Nabi Muhammad SAW ketika sampai di Madinah selepas pulang dari perjalanan, Beliau menyembelih unta atau sapi (HR Al-Bukhari).
Dalil ini memperkuat kesunahan mengadakan selamatan setelah pulang dari perjalanan jauh. Selamatan sebagai bentuk rasa syukur atas diselamatkannya musafir dari bahaya perjalanan.
Begitu pula dengan selamatan sebelum haji. Hukumnya dapat disamakan dengan naqi’ah. Terlebih lagi, substansi acaranya tidak melenceng sedikit pun dari syariat Islam.