Bogor Times nafkah- dapat dikatakan mampu apabila ia memiliki dana yang cukup untuk membuat kurban yang melebihi kebutuhannya dan orang-orang yang wajib iai, selama hari raya kurban dan tiga hari tasyriq setelahnya (tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah).
Berdasarkan hal tersebut, seseorang yang memiliki uang senilai harga hewan kurban, akan tetapi kebutuhan pokok bagi dirinya dan pihak yang wajib dinafkahi akan kekurangan saat hari raya Idul Adha atau hari tasyriq, maka ia tidak mampu berkurban.
sebagian ulama hanya mewajibkan harta yang ia gunakan untuk berkurban melebihi kebutuhan nafkah wajib di saat hari dan malam Idul Adha saja. Berpijak dari pendapat ini, seseorang yang memiliki uang senilai harga hewan kurban, setengah juta yang cukup untuk membeli kambing.
Baca Juga: Asyik! Pemerintah Mulai Izinkan Penggunaan Ganja. Tidak Untuk Pemakai
Baca Juga: Hafalkan Doa Berikut, Bacalah Ketika Melihat Kakbah
Baca Juga: Rawan Pelecehan Seksual dalam Ibadah Haji, Inilah Alasan Perempuan Butuh Mahrom saat Pelaksanaan Haji
Akan tetapi kebutuhan pokok bagi dirinya dan keluarganya akan kekurangan di saat hari raya dan malamnya, maka ia tidak tergolong mampu berkurban.
Jika kebutuhan pokok di hari dan malam Idul Adha terpenuhi, namun tidak mencukupi untuk kebutuhan pokok di hari tasyriq, maka tergolong orang yang mampu berkurban.
Pendapat salah satu ulama yang bernama Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairimi berkata: “Dan kurban disunahkan hanya bagi orang Islam yang mampu, merdeka di seluruh dirinya ataupun hanya sebagian saja.Dan yang membantu dengan orang yang mampu adalah orang yang memiliki harta yang cukup untuk berkurban yang melebihi kebutuhannya ketika hari raya, malamnya dan beberapa hari tasyriq. Berbeda dengan sebagian ulama yang menyelisihi menurut standar yang mampu dicapai ini, harta kepemimpinan yang menjadi standar adalah yang melebihi kebutuhan di hari raya dan malamnya. (Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairimi, Hasyiyah al Bujairomi 'Ala Syarh Manhaj al Thulab, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz 4, hal 396).
Baca Juga: Atasi Truk BBM Bocor, Polres Garut Rekayasa Lain
Baca Juga: Alasan Sederhana Perempuan Haid Dilarang Tawaf
Baca Juga: Rawan Pelecehan Seksual dalam Ibadah Haji, Inilah Alasan Perempuan Butuh Mahrom saat Pelaksanaan Haji
Dalam keterangan yang lain, Syekh Syihabuddin Ibnu Hajar Al-Haitami berkata: “Dan kurban disunnahkan dalam hak kita bagi orang yang merdeka atau sebagian dirinya saja yang merdeka, Muslim, mukallaf dan cakap mengelola harta.Bagi wali yaitu bapak atau kakek bukan selainnya boleh berkurban untuk orang yang berada dalam kekuasaannya dari hartanya seperti yang akan datang, yang mampu yakni hartanya melebihi kebutuhan orang yang wajib dinafkahi, seperti keterangan yang telah lewat dalam fasal sedekah Sunah. (Syekh Syihabuddin Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfah Al Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz 12 hal 245-246).
Menyimak referensi di atas, Syekh Abdul Hamid al-Syarwani berkata: “Ucapan Syekh Ibnu Hajar (yakni hartanya melebihi kebutuhan orang yang wajib dinafkahi), di antaranya adalah melebihi kebutuhan dirinya sendiri”. (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani 'ala Tuhfah Al Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz 12, hal. 245-246).
Termasuk orang yang wajib dinafkahi adalah fakir miskin yang membutuhkan kebutuhan pokok sandang-pangan, meski bukan dari kerabatnya. Sehingga orang disebut mampu berkurban apabila memiliki dana kurban yang melebihi tanggung jawab nafkah kaum dluafa.
Baca Juga: Hafalkan Doa Berikut, Bacalah Ketika Melihat Kakbah
Baca Juga: Inilah Sejarah Tradisi Walimatussafar atau Slametan Era Penjajahan