Bogor Times-Di adalam Al Quran terdapat ayat yang cukup populer dan sering menjadi "stempel" untuk membenci dan bersikap keras untuk agama lain, yakni surat Al-Fath ayat 29 yang berbunyi:
Artinya “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS Al-Fath [48]: 29).
Ayat ini tak jarang dijadikan sebagai legitimasi dan bahan bakar untuk bersikap keras dan membenci orang-orang yang berbeda agama, meskipun mereka tidak mengganggu atau bahkan berbuat baik kepadanya.
Baca Juga: Sebab Diturunkannya Ayat Toleransi Beragama Penafsiran QS Al-Mumtahanah Ayat 8
Baca Juga: Batasan dan Bentuk Perbuatan Bagi Antar Agama dalam Islam, Penafsiran QS Al-Mumtahanah Ayat 9
Baca Juga: Kewajiban Berbuat Baik Pada Umat Agama Lain, Penafsiran QS Al-Mumtahanah Ayat 8
Untuk diketahui, sebelum menjadikan potongan ayat ke-29 dari Al-Qur’an surat Al-Fath di atas sebagai dalil untuk bersikap keras, ada beberapa poin penting yang perlu dimengerti secara utuh, misalnya terkait sebab-sebab dan waktu diturunkannya ayat, penafsiran ulama, dan sikap Rasulullah dalam memerankan ayat tersebut.
Pembahasan poin pertama. ebab Turunnya QS al-Fath Ayat 29 Syekh ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin bin Ibrahim al-Baghdadi, yang lebih masyhur dengan sebutan Syekh al-Khazin (wafat 741), dalam kitab tafsirnya menjelaskan, ayat di atas diturunkan ketika Rasulullah hendak melakukan ibadah haji, kemudian dihalang-halangi oleh koalisi kafir Quraisy.
Dengan kata lain, ayat itu turun dalam situasi tidak aman. Ada penyerangan dari orang kafir kepada Rasulullah dan umat Islam ketika mereka hendak melakukan ibadah.
Baca Juga: Kewajiban Haji dan Umroh Hanya Sekali, ini Alasannya
Baca Juga: Hidangan Darah Sapi atau Marus Hasil Kurban, Apa Hukumnya?
Baca Juga: Doa Anak Yang Tidak Saleh Untuk Orang Tuanya Tetap Diterima Allah?
Karena diserang, Rasulullah dan para sahabat merespons serangan mereka dalam rangka menjaga diri agar tidak diam dengan serangan orang kafir.
Dengan kejadian itu akhirnya terciptalah yang namanya suluh (perjanjian damai) Hudaibiyah (Syekh al-Khazin, Lubabut Ta’wif fi Ma’anit Tanzil, [Lebanon, Bairut, Darul Fikr, 1979], juz VI, h. 214).
Dengan mengetahui sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) di atas, kita dapat memahami bahwa ayat tersebut turun bertepatan dengan konfrontasi dan suasana penuh ketegangan, tepatnya ketika umat Islam hendak melakukan ibadah.