Bogor Times-Terdapat fakta menarik yang perlu diketahui Umat Islam terkait sikap Rasulullah dalam menerima ayat 29 dalam surat al-Fath.
Kisah ini menjadi bagian terpenting dalam putusan hukum sisi teks dan konteks diturunkannya ayat tersebut.
Ketika ayat itu diturunkan, secara bersamaan Rasulullah juga sedang mengupayakan perdamaian dengan pembesar-pembesar kafir Quraisy melalui perjanjian damai (suluh) Hudaibiyah.
Baca Juga: Tafsir Ideal atas QS al-Fath Ayat 29 Menurut Ulama
Baca Juga: Salah Tafsir Ayat Al quran Untuk Pecah Belah Umat, Simak Penafsiran Al-Fath ayat 29 Bogor Time
Baca Juga: Sebab Diturunkannya Ayat Toleransi Beragama Penafsiran QS Al-Mumtahanah Ayat 8
Bahkan, tak sedikit pun terlihat darinya sikap keras dan kaku dalam menghadapi mereka.
Ketika Rasulullah mampu melakukan pembalasan atas kekejian mereka yang pernah menghadang dan menghalanginya untuk melakukan ibadah itu, beliau tidak berkenan membalas sedikit pun, tepatnya pada peristiwa pembebasan kota Makkah (fathu Makkah), beliau menampakkan akhlaknya yang mulia.
Konflik Syekh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi dalam kitab Fiqhus Sirah Nabawiyah mengisahkan kejadian itu.
Baca Juga: Doa Anak Yang Tidak Saleh Untuk Orang Tuanya Tetap Diterima Allah?
Baca Juga: Buat Konten, Sekawanan Bocah Buat Truk Sampah Adu Banteng
Baca Juga: Perbedaan Hukum Kepemilikan Daging Kurban Bagi Kaya dan Miskin
Menurutnya, ketika Rasulullah mampu membalas semuanya, kala koalisi kafir Quraisy tidak memiliki kekuatan dan bekal apa pun untuk menyerangnya, justru Rasulullah memberikan pengamanan kepada mereka.
ulama besar dan pakar hadis Syekh Al-Buthi mengutip riwayat al-Baihaqi, yaitu: Artinya, “Rasulullah berkata, “Wahai orang-orang Quraisy! Menurut kalian, apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?” Mereka menjawab, “Kebaikan. Saudara yang mulia. Keponakan yang mulia.” Rasulullah bersabda, “Pergilah kalian. Sekarang kalian merdeka.” (Syekh al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, [Bairut, Darul Fikr: 2019], h. 284).
Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa ayat di atas tidak sepatutnya dipahami secara tekstual tanpa melalui pengajian dan pendalaman perihal sebab, konteks, dan sikap Rasulullah ketika menerima ayat.