Bogor Times-Satu hal yang juga perlu diketahui, bahwa disyariatkannya memandikan mayit adalah dalam rangka memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib dilakukan kepada setiap mayit Muslim kecuali orang yang mati syahid di dalam peperangan.
Selain itu ada ketentuan jamaah haji yang meninggal saat ihram. Simak di bawah ini:
1. Jika meninggal ketika ihram:
-Dimandikan dengan air bercampur daun bidara atau hal yang membuat harum semisal sabun.
-Dikafani dengan dua potong kain diriawayat lainnya dengan kain ihramnya.
-Tidak diberi wewangian.
-Tidak ditutup kepala dan wajahnya.
-Akan dibangkitkan hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah.
Baca Juga: Tips Selingkuh Yang Jitu dan Efektif, Penting di Ketahui Untuk Antisipasi
Baca Juga: Inilah Hukuman Selingkuh Menurut Agama Hindu
Baca Juga: 67 Jamaah Haji Indonesia Mati Syahid
Hal ini karena mereka akan dibangkitkan dihari kiamat sebagaimana keadaan orang yang berihram, yaitu tidak memakai wangi-wangian, tidak ditutup wajahnya. Adapun memandikan dengan bidara tujuannya agar jasad tetap harum ketika memandikan dan sabun semisal dengan bidara.1
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
بينما رجل واقف بعرفة، إذ وقع عن راحلته فوقصته، أو قال: فأقعصته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: اغسلوه بماء وسدر، وكفنوه في ثوبين -وفي رواية: في ثوبيه- ولا تحنطوه -وفي رواية: ولا تطيبوه- ، ولا تخمروا رأسه ولا وجهه ، فإنه يبعث يوم القيامة ملبيا
Baca Juga: Wow! Denda Merokok di Nabawi Rp 800 Ribu, Harus Jadi Perhatian Jemaah Haji
Baca Juga: 1.932 Jamaah Haji Indonesia Bergeser ke Madinah Jalankan Ibadah Arbain
Baca Juga: Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas: 2023 Kuota Haji Bertambah, Ada Juga Porsi Khusus Untuk Lansia
“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arafah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu hewan tunggangannya menginjak lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mandikanlah dengan air yang dicampur daun bidara lalu kafanilah dengan dua potong kain – dan dalam riwayat yang lain: “ dua potong kainnya “- dan jangan diberi wewangian. Jangan ditutupi kepala dan wajahnya. Sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiyamat nanti dalam keadaan bertalbiyah.”2
2. Pahala haji dan umrahnya ditulis hingga hari kiamat
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
من خرج حاجا فمات كتب له أجر الحاج إلى يوم القيامة ومن خرج معتمرا فمات كتب له أجر المعتمر إلى يوم القيامة ومن خرج غازيا فمات كتب له أجر الغازي إلى يوم القيامة
“Barangsiapa keluar untuk berhaji lalu meninggal dunia, maka dituliskan untuknya pahala haji hingga hari kiamat. Barangsiapa keluar untuk umrah lalu meninggal dunia, maka ditulis untuknya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barangsiapa keluar untuk berjihad lalu mati maka ditulis untuknya pahala jihad hingga hari kiamat.”3
3. Jika meninggal dalam perjalanan dan belum melakukan ihram, maka tidak termasuk meninggal dalam ketika beribadah haji
Misalnya pesawatnya jatuh ketika perjalanan dari negaranya ke Saudi dan belum berihram. Maka tidak termasuk dalam bab “meninggal ketika ibadah haji dan umrah”.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
إذا هلك من سافر للحج قبل أن يخرج فليس بحاج ، لكن الله عز وجل يثيبه على عمله ، أما إذا أحرم وهلك فهو …. ولم يأمرهم بقضاء حجه ، وهذا يدل على أنه يكون حاجاً ” انتهى .
“Jika kecelakaan ketika safar menuju haji sebelum ia ia keluar (berihram) maka tidak terhitung haji. Akan tetapi Allah akan membalas sesuai niatnya. Adapun jika sudah berihram, kemudian kecelakaan (misalnya mobilnya tabrakan, pent), maka termasuk dalam hadits (cara mengurus jenazahnya).”4
4. Jika meninggal ketika haji (sudah berihram), maak tidak perlu diqadhakan tahun depan oleh walinya
Karena hadits menunjukkan bahwa ia akan dibangkitkan dalam keadaan bertalbiyah hari kiamat dan ini menunjukka ia sudah mencukup hajinya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelasakan,
ولم يأمرهم بقضاء حجه ، وهذا يدل على أنه يكون حاجاً
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk diqadhakan (untuk yang meninggal), karena statusnya ia sudah berhaji.”5
Sebagaimana diketahui bahwa ada empat kewajiban yang mesti dilakukan oleh orang yang masih hidup terhadap orang yang meninggal atau mayit.
Keempat kewajiban itu adalah memandikan, mengafani, menshalati, dan mengubur. Memandikan jenazah adalah proses yang pertama kali dilakukan dalam memulasara jenazah sebagai tindakan memuliakan dan membersihkan tubuh si mayit.
Tentunya ada aturan dan tata cara tertentu yang mesti dilakukan dalam memandikan mayit. Para ulama menyebutkan ada dua cara yang bisa dilakukan dalam memandikan jenazah, yakni cara minimal dan cara sempurna.
Pertama, yakni cara minimal memandikan jenazah yang sudah memenuhi makna mandi dan cukup untuk memenuhi kewajiban terhadap jenazah. Secara singkat Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menuturkan dalam kitabnya Safînatun Najâh (Beirut: Darul Minhaj, 2009):
أقل الغسل تعميم بدنه بالماء
Artinya: “Paling sedikit memandikan mayit adalah dengan meratakan air ke seluruh anggota badan.” Sedikit lebih rinci secara teknis cara ini dijelaskan oleh Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitab al-Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam, 2013) dengan menghilangkan najis yang ada di tubuh mayit kemudian menyiramkan air secara merata ke tubuhnya.