Bogor Times-Berjihad dengan makna ikut perang ternyata bukanlah ibadah terbaik dalam Islam. Turut serta dalam peperangan fisik bagi kita tak lebih utama dari perang melawan hawa nafsu.
Hal tersebut dijelaskan oleh Syaikh Nawawi Al Bantani dalam kitab Kasyifatussaja. Ulama asli Indonesia ini menilai, jihad kecil adalah jihad dengan ikuti peperangan dan jihad besar adalah melawan nafsu.
Sejalan dengan itu, Ulama bernama Abu Yusuf Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya, At-Tamhid. Ibnu Abdil Bar al-Qurthubi, At-Tamhîd limâ fil Muwattha’ minal Ma’âni wal Asânîd, juz I, halaman 196). menerangkan bahwa Imam Thawus bin Kaisan, tokoh besar ahli fiqih generasi tabiin, menegaskan ibadah terbaik adalah ibadah yang paling ringan.
Baca Juga: Beras 3,6 Ton Milik Siapa? JNE Buka-bukaan
Baca Juga: Candu Konten Porno, Penjaga Perpustakaan Gagahi 10 Siswa Usia 15 Tahun
Baca Juga: Tertimbun Lama, Beras 3,6 Ton Bansos Presiden Hasilkan Bau Busuk
أَفْضَلُ الْعِبَادَةِ أَخَفُّهَا
Artinya, “Ibadah terbaik adalah ibadah yang paling ringan.” Maksudnya, ibadah yang paling ringan dan paling disukai oleh hati lebih berpotensi besar dapat dilakukan secara istiqamah dan berkelanjutan. Bahkan dapat menjadi kebiasaan dan karakter yang mendarah daging padanya.
Karena itu, semestinya orang tidak meremehkan amal sekecil atau seringan apapun baik amal ritual maupun amal sosial. Sebab, justru amal yang paling ringan adalah amal terbaik yang lebih mudah dilakukan secara istiqamah sehingga akan membawa hight impact atau dampak besar dalam perbaikan diri bagi pelakunya.
Umumnya asumsi orang bahwa amal atau ibadah terbaik adalah amal yang paling berat. Semakin berat semakin baik. Sebaliknya, semakin ringan semakin diremehkan. Dari asumsi seperti ini kadang muncul sikap meremehkan amal ibadah yang sekilas tampak ringan dan remeh. Padahal amal seperti itu justru berpotensi menjadi amal terbaik.
Baca Juga: Mayat Mesterius Dalam Karung Terungkap, Pelaku Adalah Sang-Pujaan Hati
Baca Juga: Pemerintah RI Ajak Masyarakat Upacara Bersama di Hari Kemerdekaan, Simak Caranya
Baca Juga: Enggan Bersholawat Pada Nabi Muhammad SAW, Neraka Ganjarannya
Ada al-Haula binti Tuwait ra—perempuan suku Qurais yang masih satu garis keluarga dengan Sayyidah Khadijah ra namun baru masuk Islam setelah hijrah ke Madinah—, salah satu dari deretan sahabat yang sangat terkenal sebagai ahli ibadah di kota Nabi saw. Suatu ketika Al-Haula mengunjungi Sayyidah Aisyah ra.
Lalu saat Nabi saw datang, Al-Haula segera berdiri dan bergegas pergi. Melihat hal itu, Nabi saw pun bertanya kepada Sayyidah Aisyah ra, “Siapa itu?” “Itu adalah orang yang paling giat ibadahnya di kota Madinah,” jawab Aisyah ra penuh respek terhadap al-Haula ra, sebagaimana diriwayat oleh al-Hasan bin Sufyan.