Bogor Times-Sikap aparat Kepolisian menghapus barang bukti video tragedi Kanjuruhan milik salah seorang saksi berinisial K disayangkan berbagai pihak.
Salah satunya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menilai apa yang dilakukan Polisi terlalu berlebihan.
"LPSK menilai penghapusan video itu berlebihan," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu kepada wartawan di Jakarta.
Hal itu disampaikannya, menyusul pemberitaan salah seorang saksi sekaligus Aremania yang diperiksa polisi karena diduga mengunggah video yang memperlihatkan kepanikan massa saat berada di dalam Stadion Kanjuruhan.
Edwin Partogi Pasaribu mengatakan saksi berinisial K tersebut dijemput polisi di mes atau tempat tinggal nya pada Senin, 3 Oktober 2022.
Suporter Arema FC itu diperiksa usai mengunggah video kepanikan massa di Stadion Kanjuruhan pada Minggu, 2 Oktober 2022 siang.
K diperiksa polisi sejak pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB dan selanjutnya diperbolehkan pulang.
"HP miliknya dipinjam, videonya di transmisi dan video yang di HP dihapus oleh pihak polisi," ucap Edwin Partogi Pasaribu.
LPSK menilai penghapusan video sebagai barang bukti tragedi Kanjuruhan sebagai perbuatan yang berlebihan.
Aparat kepolisian pun diingatkan agar lebih memperhatikan soal hak asasi manusia (HAM).
"LPSK menilai menghapus dan menonaktifkan Tik Tok K berlebihan," ujar Edwin Partogi Pasaribu.
Menurutnya, cara-cara seperti itu seharusnya tidak dilakukan oleh penyidik atau anggota polisi dalam memeriksa saksi.
Polisi harus memperhatikan hukum acara pidana serta nilai-nilai HAM. Sebab, pada dasarnya, perlakuan hukum pada semua orang sama.
"LPSK melihat ini tidak profesional atau kurang profesional," kata Edwin Partogi Pasaribu.
Sementara itu, terkait informasi yang beredar bahwa K dijemput polisi atau anggota intel di stasiun saat hendak menuju Jakarta untuk memenuhi undangan wawancara, dia membantah kabar tersebut.
"Tidak benar, karena dia baru dihubungi sama Narasi hari Rabu tanggal 5. Sementara, ia diperiksa polisi Senin, 3 Oktober 2022," tutur Edwin Partogi Pasaribu.
Saat ini, yang bersangkutan sedang dalam proses pengajuan perlindungan ke LPSK.
Di satu sisi, lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tersebut telah menerima 10 pengajuan perlindungan.
"Sudah ada 10 yang mengajukan permohonan ke LPSK. Ada saksi dan ada korban," ujar Edwin Partogi Pasaribu, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Senin, 10 Oktober 2022.***