Bogor Times – Arak Bali ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek).
Penetapan arak Bali sebagai Warisan Budaya Takbenda ini sebelumnya telah berusaha diajukan oleh Gubernur Bali, hingga akhirnya Kemendikbudristek mengeluarkan surat keputusannya.
Arak Bali secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 414/P/2022 tentang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia tahun 2022.
Arak Bali merupakan minuman khas dari Bali yang mengandung kadar alkohol yang cukup tinggi seperti wine.
Dulunya arak Bali sering dikonsumsi untuk pengobatan misalnya untuk mengatasi sakit flu, batuk, hingga sariawan.
Selain itu sebagaimana minuman beralkohol lainnya, arak Bali pun bermanfaat untuk menghangatkan tubuh.
Setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda. Gubernur Bali Wayan Koster mengimbau agar masyarakat terutama perajin arak Bali agar bersama-sama menjaga keotentikannya.
Hal ini berkaitan dengan proses pembuatan arak Bali. Wayan Koster meminta agar para perajin mempertahankan proses asli dan tidak mengubahnya.
“Dengan telah ditetapkannya menjadi WBTb, proses destilasi tradisional pembuatan arak Bali harus dipertahankan, tidak boleh diubah dengan bebas, harus dipertahankan keasliannya,” katanya.
Gubernur Bali itu juga mengimbau masyarakat Bali agar tidak lagi membuat arak gula dengan proses fermentasi. Hal ini karena akan merusak tradisi pembuatan arak.
Ternyata arak Bali diproses dengan waktu yang cukup lama hingga akhirnya bisa dikonsumsi.
Arak Bali memiliki bahan dasar yakni jung atau arak rempah. Arak inilah yang menjadi kekayaan budaya lokal Bali dan berkhasiat mengobat beberapa penyakit.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020, koperasi mengumpulkan arak dari petani dan kemudian diproses dengan inovasi.
Arak murni yang didapatkan dari para petani tersebut terlebih dahulu diawetkan untuk menghilangkan baunya.
Selanjutnya arak tersebut dicampur dengan rempah, buah, dan juga madu. Hasil campuran ini nantinya akan disimpan kembali selama enam bulan lamanya, dan baru bisa dibawa ke pabrik atau dikonsumsi.
Keotentikan proses itulah yang diharapkan Gubernur Bali Wayan Koster untuk terus dipertahankan oleh masyarakat. Sehingga arak Bali terus terjaga keaslian dan identitasnya.
Atas keunikan dan keistimewaannya itulah, arak Bali menjadi salah satu cendera mata untuk rangkaian KTT G20 di Bali.***