Bogor Times-Polemik pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh DPR RI terus tuai polemik. Pasalnya, sejumlah pasal-pasal dalam KUHP terus dikritik dari berbagai sudut pandang, termasuk tentang penyebar kabar bohong yang tersebar di kalangan masyarakat dapat dipidana.
Pasal 263 Ayat 1-2 KUHP dianggap sebagai pasal baru yang dapat menjadi masalah untuk setiap orang di Indonesia.
Terkait itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan imbauan pada masyarakat.
Prof Edward meminta masyarakat untuk mulai memahami pasal-pasal KUHP sehingga tidak lagi mengkritik secara asal.
"Jangan asal ngomong. Sebelum bertanya, baca dulu. Kalau sudah baca, paham dulu ya," ujar Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej.
Dijelaskan Wamenkumham, Pasal 263 KUHP berasal dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Secara lengkap, Pasal 263 Ayat (1) menerangkan bahwa setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal diketahui bohong, yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak kategori V.
Sedangkan Pasal 263 Ayat (2) berbunyi setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita bohong, yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak kategori IV.
Untuk itu, Prof Eddy menegaskan bahwa Pasal 264 KUHP tidak memiliki masalah bagi masyarakat.
Sementara itu, Pasal 263 KUHP yang dikritik pun telah dijelaskan pada pihak Dewan Pers sebagaimana diungkap Menkumham Yasonna Laoly
"Kita sudah ketemu dengan Dewan Pers dan menjelaskannya," ujar Yasonna dalam suatu pernyataan.***