Bogor Tinmes- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo menerima suap secara bertahap hingga total mencapai sekitar Rp3,7 miliar.
Edy yang sudah berstatus tersangka itu, diduga menerima suap terkait pengurusan perkara.
"Diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada tersangka Edy Wibowo yang menjabat hakim yustisial sekaligus panitera pengganti MA," kata Ketua KPK Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Senin, 19 Desember 2022, seperti dilansir Antara.
Uang tersebut diterima Edy Wibowo melalui PNS Kepaniteraan MA yaitu Muhajir Habibie (MH) dan PNS pada MA yaitu Albasri (AB).
Kedua PNS tersebut adalah perwakilan Edy, sekaligus orang kepercayaannya.
Firli menjelaskan, perkara kasus dugaan korupsi suap pengurusan perkara di MA yang menjerat Edy tersebut, berawal dari adanya gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.
Penundahaan kewajiban bayar itu diajukan PT Mulya Hu sada Jaya (MHJ) sebagai pihak pemohon.
Sementara itu, pihak termohon adalah Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (SKM).
Tuduhan bahwa saya melakukan intimidasi dan ancaman melalui panggilan video pada 7 November 2022 itu, tidak benar. Soalnya, setiap kegiatan sudah ada tim teknis yang memiliki tugas untuk menjelaskan substansi," ujar dia, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, 19 Desember 2022, seperti dilansir Antara.
Ia menambahkan, pada 7 November 2022
Selama persidangan sampai dengan agenda pembacaan putusan, majelis hakim memutuskan bahwa Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya," ujar Firli.
Atas putusan itu, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA.
Salah satu isi permohonannya adalah agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak pailit.
Selanjutnya, sekitar Agustus 2022, agar kasasi tersebut dapat dikabulkan, perwakilan dari Yayasan Rumah Sakit SKM, yaitu Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan, diduga melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan MH dan AB.
Hardi meminta keduanya untuk membantu, memantau, serta mengawal proses kasasi tersebut.
KPK menduga upaya itu disertai kesepakatan pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai Rp3,7 miliar kepada Edy, melalui MH dan AB.
Uang itu sebagai tanda jadi kesepakatan. Berikutnya, penyerahan uang tersebut diduga dilakukan selama proses kasasi masih berlangsung di MA.
"Pemberian sejumlah uang tersebut diduga untuk mempengaruhi isi putusan. Dan, setelah uang diberikan, putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi itu dikabulkan. Isi putusan menyatakan bahwa Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit," ujar Firli.
Sebelumnya, Firli menyampaikan penetapan dan penahanan Edy Wibowo sebagai tersangka itu, merupakan hasil pengembangan terhadap penyidikan perkara suap pengurusan perkara dengan tersangka Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati dan 12 tersangka lainnya.**