• Kamis, 21 November 2024

Implikasi Hukum Fiqih Antara Perawan dan Tidak Perawan

- Rabu, 20 Oktober 2021 | 07:48 WIB
Ilustrasi Perempuan dan Keperawanan (Pixabay)
Ilustrasi Perempuan dan Keperawanan (Pixabay)

Bogor Times- Perbedaan antara perempuan yang masih perawan dan perempuan yang sudah tidak perawan tentunya berimplikasi status hukum Fiqih yang melekat pada keduanya.

Misalnya, dalam hal menikah perempuan yang sudah tidak perawan lebih berhak atas dirinya di banding walinya.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda; 
الثَّيِّبُ ا لِيِّهَا الْبِكْرُ ا ا
“Perempuan yang sudah tidak perawan lebih berhak dengan dirinya dibandingkan walinya, dan perempuan yang masih dimintai ijinnya, sedang ijinnya adalah diamnya” (HR Muslim)

Baca Juga: Cara Ampuh Hilangkan Asam Urat, Kolestrol dan Darah Tinggi, dr. Zaidul Akbar: Tanpa Harus Minum Obat Khusus

Muhyiddin Syarf an-Nawawi bahwa kata “ahaqqu” (lebih berhak) dalam hadits tersebut mengandaikan adanya penjelasan dalam hak.

Artinya, baik pihak perempuan atau walinya sama-sama memilik hak.

Perempuan memiliki hak atas dirinya dalam menentukan pasangan hidupnya, sedang wali memiliki hak untuk menikahkannya.

Baca Juga: Presinden Joko Widodo Sebar Bantuan, Ekonom Indef: Itu Penyelamat Masyarakat Miskin

Namun hak si perempuan tersebut lebih menonjol atau diunggulkan daripada walinya.

Hasil yang terjadi dalam memilih pasangan hidup, maka pilihan si perempuan didhulukan.

Misalnya, pihak wali menginginkan untuk menikahkan anaknya yang sudah tidak perawan lagi dengan laki-laki sekufu, tetapi si perempuan tidak mau, maka dalam hal ini ia tidak boleh dipaksa.

Baca Juga: Twibbon Cantik Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Atau sebaliknya, si perempuan sudah memilih pasangan hidupnya yang sekufu tetapi walinya tidak mau menikahkannya, maka dalam hal ini wali boleh dipaksa untuk menikahkannya, dan apabila tidak mau maka hakim yang menikahkannya. 

Jelaslah bahwa kata ahaqqu (lebih berhak) yang terdapat dalam hadits ini adalah menunjukkan adanya, artinya bahwa perempuan yang tidak memiliki hak atas dalam menikah, begitu juga walinya memiliki hak (untuk menikahkannya).

Akan tetapi hak perempuan tersebut lebih kuat dari haknya walinya. Karenanya, jika ingin menikahkannya dengan lelaki yang sekufu tetapi ia menolak maka ia tidak boleh dipaksa.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ahmad Fauzi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Wajib Tau, Penyebab Kemiskinan Pendapat Ulama

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:18 WIB
X