Bogor Times- Ibadah shalat dalam agama Islam menempati posisi peratama. Karena Amal yang pertama kali dinanti-nantikan (di akhirat kelak) adalah amal shalat.
Bila shalat dinyatakan diterima maka ada harapan untuk menunggu keputusan amal yang lain.
Dalam karya-karya para ulama kita, terutama yang lumrahnya berbahasa Arab, bila menyebutkan bab shalat, maka yang dimaksud adalah pembahasan tentang shalat fardhu yang dikerjakan lima kali dalam sehari-semalam itu.
Baca Juga: Bongkar Serangan Santet Dengan Kopi Hitam, Begini Caranya
Meskipun kata ‘shalat’ secara umum mencakup juga kepada sekian macam shalat sunnah yang ada.
Mengapa demikian? Selain karena ia termasuk shalat yang pertama kali dikenal, juga menyimpan alasan bahwa shalat lima waktu adalah satu kewajiban dengan tingkat prioritas paling tinggi.
Satu ibadah terpenting dibandingkan semua ibadah dan aktivitas lainnya secara umum. Sehingga, dalam kajian syariat Islam (fiqh), shalat lima waktu pasti dibahas lebih dahulu. Tak pernah ditemukan dalam kitab-kitab yang ada, pembahasan soal puasa, haji, atau zakat misalnya, didahulukan dari pembahasan shalat.
Baca Juga: Sejarah Penyebaran Kopi dari Abyssinia, Yaman Hingga Eropa
Tidak pernah. Lalu bagaimana dengan pembahasan thaharah (bersuci)? Bukankah ia dibahas di lembar-lembar awal pada beberapa kitab ‘kuning’ dasar?
Seperti kitab al-Mabadi’ al-Fiqhiyyah buah pena Syekh Umar Abdul Jabbar yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah (MI), atau kitab Safinatun Najah karya ulama kesohor asal Hadramaut, Yaman, Syekh Salim bin Sumair al-Hadhramiy, atau mungkin yang sedikit lebih tinggi lagi bagi para pemula, yaitu kitab Fathul Qarib al-Mujib syarh Ghayah at-Taqrib miliknya imam Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Ghazi as-Syafi’i.
Di kitab-kitab itu dan di banyak kitab lain yang semacam, bab shalat tidak dibahas di lembar-lembar awal. Melainkan didahului bab thaharah (bersuci).
Lalu apa alasannya? Setitik yang kami ketahui, yakni karena menyucikan diri baik dari hadats kecil maupun hadats besar merupakan laku ibadah yang tidak berdiri sendiri. Dengan makna, ia turut serta dilakukan dalam status sebagai media atau prasyarat untuk melakukan ibadah sebenarnya yang memang membutuhkan kesucian.
Seperti shalat, membaca Al-Qur’an, tawaf, dan lain-lain. Jadi, kendatipun bab bersuci didahulukan dari pembahasan shalat, namun sedikit pun tak mengusik derajat shalat sebagai ibadah tertinggi yang harus diprioritaskan.
Dalam sebuah hadits yang ditulis Imam Malik bin Anas al-Ashbahi al-Madani (179 H) dalam karyanya Muwattha’ al-Imam Malik (juz 1, hal. 173) disebutkan:
أَوَّل مَا يُنْظَرُ فِيهِ مِنْ عَمَلِ الْعَبْدِ الصَّلَاةُ. فَإِنْ قُبِلَتْ مِنْهُ، نُظِرَ فِيمَا بَقِيَ مِنْ عَمَلِهِ. وَإِنْ لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ، لَمْ يُنْظَرْ فِي شَيْءٍ مِنْ عَمَلِهِ
Artikel Terkait
Bang Billy Minta Doa Ribuan Yatim Kabupaten Bogor
Penjual Uang Palsu dan Prostitusi Online Makin Marak Di Kota Bogor
Sungai Citameng Meluap , Garut Kembali Diterjang Banjir Bandang
Angin Puting Beliung Sapu RSUD Cibinong, Pohon Tumbang hingga Pengunjung Terlempar
HIMAKSUKMA dan PBSM Gelar Kegiatan Sosial, Donor Darah Bersama PMI Kabupaten Bogor
Warga Geram Jalan Raya Cogreg Berlumpur Dampak dari Proyek RSUD Bogor Utara, Jamaah Majelis Ancam Demo
Peringati Hari Menanam Indonesia, INSPIRA Bogor dan Karang Taruna Bantarsari Tanam Tanaman Pangan
Sempat Hilang Praja Armando Kembali Muncul di HMBT
Membumikan Aswaja melalui Gerakan Naharul Ijtima
Memperingati Hari Lahir KOPRI ke-54, STAI Al Aulia Adakan Santunan Yatim.